Lihat ke Halaman Asli

Mona Fatnia

writer opinion

Korupsi Taspen Sungguh Memprihatinkan

Diperbarui: 22 April 2024   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unair News.com


Oleh : Mona Fatnia

Rasanya tak asing lagi di telinga ketika yang dikuliti adalah tikus berdasi yang tak pernah lelah mengerat uang hasil curi hanya demi menggenyangkan ambisi. Apalagi lembaga yang menjadi tempat para ASN dan perangkat negara untuk menyimpan dana masa tua agar sejahtera ketika purna nanti. Namun sayang, nampaknya korupsi hari ini seperti tak ditakuti, alih-alih tobat tapi nyata malah berulah lagi. Korupsi taspen nyata dan pasti, tapi tak pernah diawasi oleh mereka yang katanya anti korupsi. Lantas sampai dimana negara bisa menjamin setiap lembaga bersih dari korupsi,? sementara banyak ditemui perangkat negara justru bermain didalamnya tanpa empati dan sadar diri.


KORUPSI : Budaya yang Bikin Ketagihan


"Dan terjadi lagi kisah lama yang terulang kembali", sepengal lirik dari lagu disamping menggambarkan bagaimana kondisi negara hari ini, yang setiap detik,menit dan jam terjadinya korupsi dan korupsi. Bukan hal mudah menerima hal tersebut, apalagi para pelakunya adalah mereka yang memiliki jabatan mentereng sekelas mentri.
Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah melakukan penyidikan dalam kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Dimana penanganan kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, yang artinya sudah ditetapkan para tersangka. Bukankah ini mengundang tanda tanya besar dalam benak masyarakat ketika tempat asuransi tapi dijadikan ladang untuk meraup pundi-pundi rupiah lewat jalan yang tak lazim.
Dalam keterangannya, Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa saat ini telah dilakukan proses pengumpulan alat bukti terkait penyidikan dugaan korupsi dalam kegiatan investasi fiktif yang ada di PT Taspen (Persero) Tahun Anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lain. Hingga mengarahkan pada penetapan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam kasus ini. 

(Tempo, 10-03-2024)


Tak ayal korupsi bak batu loncatan untuk memperkaya diri., pasalnya kasus ini baru dimunculkan kepermukaan setelah 4 tahun lebih terbungkus rapi tanpa ada yang tau. Hingga akhirnya bisa diproses di tahun 2024 ketika dilaporkan oleh masyarakat.
Modus yang dimainkan oleh para pelaku dalam kasus ini adalah berupa kegiatan investasi fiktif yang dilakukan PT Taspen pada tahun anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lainya. Dimana dalam investasi yang dilakukan Taspen Life tersebut menyalahi Peraturan OJK No. 71/PJOK.05/2016 tentang Kesehatan Keungan perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reansuransi dan Kebijakan Investasi Taspen Life. (Tempo, 10-03-2024)


Tentu kasus korupsi yang terjadi di PT Taspen merupakan bukti bahwa budaya korupsi nyatanya menjadi kebiasaan dari masa ke masa. Apalagi menjadikan penikmatnya ketagihan sampai triliunan rupiah. Wajar bukan, ketika integritas dari setiap indvidu yang bekerja didalam lembaga tersebut dipertanyakan., apakah yang salah adalah individunya atau sistem pengatur yang ada didalamnya ? atau lemahnya negara dalam mengawasi setiap tindak tanduk para SDM di lingkup pemerintah hingga akhirnya bisa melakukan korupsi.
Maka benarlah ketika korupsi di lembaga negara kembali terjadi. Buruknya integritas SDM menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak korupsi.Di sisi lain menggambarkan kegagalan sistem Pendidikan mencetak SDM yang Amanah.  Di sisi lain, sistem sekuler kapitalisme juga memiliki celah yang akan menghantarkan kerusakan perilaku.
Mengingat peta jalan pendidikan di indonesia hari ini nyatanya berorientasi pada hasil, alias fokusnya ke materi, dan bukan pada proses yang sejatinya bisa mengantarkan SDM yang unggul dan peka terhadap nilai-nilai moral. Namun itu berbalik dengan kondisi pendidikan hari ini, dimana pola pendidikan yang dibangun berkiblat pada barat (sekuler kapitalis) yang menyesuaikan dengan proses industrialisasi. Artinya pendidikan hari ini hanya mementingkan kepentingan dagang dan politik. Hingga akhirnya budaya belajar yang harus fokus pada pembentukan akhlak dan karakter tapi malah bergeser menjadi budaya ekonomis.
Melihat pola pendidikan yang campur aduk, pasti hanya akan menghasilkan SDM yang berkarakter sekuler, hedonis, materialis, individualis, dan pragmatis. Sebab kasus korupsi yang menjadi budaya adalah hasil didikan dari sistem yang mengatur pendidikan. Karena bila sistem benar dan baik di pakai dalam merumuskan nilai-nilai moral maka akan mengasilkan SDM yang benar. Begitupun ketika sistem yang dipakai sekuler maka jelas akan melahirkan para SDM yang tujuannya untuk memperkaya diri dan sanak family.
Karena pada kenyataanya banyak SDM unggul dari tingkat pendidikan yang mentereng, memiliki nilai yang memuasakan, tapi hasilnya menjadi pelaku korupsi kelas kakap. Dan itu adalah hasil dari didikan sistem sekuler. Tentu hal ini didasari beberapa hal : Pertama, Tidak adanya pengawasan dari negara secara benar dalam menyelesaikan kasus korupsi yang terus menjalar, tapi memilih diam seribu bahasa. Kedua, Budaya korupsi terbangun sebab adanya sistem yang memudahkan jalannya, sehingga memunculkan SDM yang karbitan tanpa didasari nilai-nila moral yang akhirnya pekerjaan korupsi menjadi ladang cuan.
Maka ada yang tidak benar ketika kasus korupsi hari ini makin merajalela dimana-mana, sedang negara tak memberikan solusi apapun dalam penyelesaianya. Untuk menindaklanjutinya pun hanya berupa hukuman sesuai hukum buatan manusia yang mudah untuk diubah. Ini seperti halnya mengganti organ tubuh manusia dengan organ tubuh hewan yang pasti tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya dan justru hanya akan mendatangkan kerusakan lain.
Pada faktanya tingginya angka korupsi di Indonesia hari ini adalah kebiasan dari para pemilik kuasa yang tak pernah puas dengan apa yang dipunya, baik gaji pokok ataupun tabungan, akhirnya dengan mudah dan merasa tak bersalah memakan apa yang bukan miliknya.
Ini bersamaan dengan peristiwa menjelang Pemilu 2024 awal januari kemarin, dimana PPATK menyebut Rp 510,23 triliun dana Proyek Strategis Nasional (PSN) masuk ke kantong ASN hingga politisi dan jumlahnya pun bukan miliar dan triliun, tetapi belasan sampai ratusan triliun !. (MNews, 16-03-2024)


Dalam pandangan Plato, definisi demokrasi sendiri adalah alat kaum tiran yang kaya, pintar dan kuat untuk memobilisasi massa yang miskin, bodoh, dan lemah. Sistem inilah yang melahirkan politik transaksional dimana semuanya ditentukan oleh kepentingan. Maka lahirlah transaksi-transaksi politik yang membenarkan adanya tindakan korupsi. Secara tidak langsung sistem ini menunjukkan bahwa tindakan korupsi sah-sah saja untuk meraih berbagai kepentingan elit penguasa.
Dengan demikian, wajar bila budaya korupsi di indonesia semakin memprihatinkan dan tidak berkurang,sebab sistem yang mengatur didalamnya justru mendukung praktek buruk tersebut. Maka secara terbuka sudah menjadi budaya yang selalu di rindukan oleh mereka ketika ada diposisi yang menjanjikan. Bukan itu saja ini didukung dengan individu yang miskin akan nilai-nilai agama, yang setiap tindak tanduknya tak pernah dibersamai dengan kesadaran yang benar.


ISLAM :  Politik dan Pengaturannya


Islam menjadikan korupsi adalah satu keharaman, dan memiliki mekanisme untuk mencegah korupsi dan kecurangan atas harta negara lainnya. Dan Islam pun memiliki sistem politik yang kuat yang akan menjaga individu tetap dalam kejujuran Ketika menjalankan amanahnya. Islam juga memiliki sistem Pendidikan yang mampu mencetak SDM yang beriman dan bertakwa dan trampil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline