Hari Ahad kemarin. Bertemu senior di lapangan olahraga. Menurut pengakuannya, beliau ini kerap kali melakukan olahraga rutin mingguan, baik berupa jogging, senam, atau gerak-fisik yang menyehatkan lainnya di Sport Center - Bandung Jawa Barat. Memang, menurut pengakuannya lagi, tidak selalu di tempat ini. Tempat-tempat pilihannya itu, bisa di Lapangan Gasibu, atau Gelora Bandung Lautan Api.
Di pertemuan itulah, beliau menuturkan karir dan perkembangan intelektualnya. Maklum, beliau adalah akademisi di sebuah perguruan tinggi, sehingga obrolan demi obrolannya tidak jauh dari dunia akademik. Terlebih lagi, saat ini, beliau sedang menjabat di posisi struktural yang terhormat pada salah satu universitas di Kota Bandung ini.
Di sela-sela shilaturahmi itulah, kemudian dia menuturkan rencananya untuk terus menerbitkan karya ilmiahnya. "Rencananya, setiap tahun, saya akan terbitkan karya pribadi itu.." ungkapnya, "karena, kalau dicetah tahun ini, tidak akan dihitung kredit." paparnya lagi, "karya tulis dalam setahunnya, tetap saja, hanya dihitung satu buah..".
Mendengar penjelasan itu, agak terenyuh juga. Namun, dengan menyimak penjelasannya yang mudah dipahami. Mungkin benar, agak sulit rasanya, bahwa seorang ASN akan membuat buku setiap hari, dengan beban tugas yang banyak, tugas pokok dan fungsi kepegawaian lainnya. Bukankah seorang akademisi memiliki kewajiban untuk meneliti, mengajar dan pengabdian pada masyarakat?
Menurut nalar-ASN, untuk membuat sebuah karya ilmiah, butuh konsentrasi dan keseriusan. Karena itu, pembuatannya tidak bisa sembarang waktu dan sembarang kerja. Karena terbatasnya waktu, maka sebagian orang merasa bersyukur terkait pewajiban karya ilmiah ini, tidak diberlakukan setiap bulan atau setiap tahunnya. Dengan penalaran atau rasionalisasi serupa itulah, maka wajar jika beban penerbitan karya ilmiah itu, hanya dihitung satu buah untuk disetiap tahunnya.
Wah, hal itu akan terasa banget bagi seorang guru. jangankan untuk setiap tahun, satu buah karya untuk 2 atau 3 tahun pun, mungkin masih banyak mengalami kesulitan. Untuk sebagian guru, pewajiban membuat karya ilmiah ini, menjadi salah satu kewajiban yang cukup menyulitkan. Boro-boro untuk satu tahun satu karya, untuk dua atau 3 tahun dalam satu karya pun, cukup banyak alasan untuk tidak bisa memenuhinya. Karena itu, argumentasi tadi itu, sangat mudah dipahami.
Kendati demikian, apakah peraturan itu kemudian menafikan satu kondisi yang berbeda ? pakah rasionalisasi itu harus membungkam dan menutup mata terhadap fakta lain yang berbeda, atau menutup mata terhadap kemungkinan adanya ASN yang produktif ? Ada beberapa alasan yang saya anggap bahwa rasionalitas itu tidak objektif !
Pertama, bila mencontoh ke akademisi yang lain, kita akan melihat sebuah fakta yang sangat mengagumkan. Misalnya, dalam informasi di Wikipedia, Ibnu Taymiah (1263-1368), diketahui, "sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syariat ". Wah, kalau beliau jadi ASN, rasanya, puluhan karya dalam hidupnya itu, masih tetap juga tidak dihargai oleh negaranya !!!!
Hal serupa dapat pula dilihat dari produktivitas HAMKA. Menurut Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka melahirkan 84 judul buku. Dengan kata lain, dalam setahunnya, bisa menghasilkan 2 buah karya intelektual. Sekali lagi, kalau beliau jadi ASN, rasanya, puluhan karya dalam hidupnya itu, masih tetap juga tidak dihargai oleh negaranya !!!!
Kedua, fakta penerbitan itu berbeda-beda. Bisa jadi, kita memiliki naskah. Dalam satu tahun bisa membuat satu karya ilmiah. Tetapi, saat ditawarkan ke penerbit, tidak mendapat respon yang positif. Kemudian di tahun kedua, kita mendapat informasi ada penerbit yang siap menerbitkan karya kita, dan ternyata kita sudah memiliki karya lebih dari satu buku, maka bukan hal aneh, bila kemudian di tahun itu bisa menerbitkan lebih dari satu buku. Bagaimana dengan kenyataan ini ?
Ini sekedar rasionalisasi, ikut-ikutan argumentasi sebelumnya juga. Bila kita, setiap hari bisa menulis satu atau dua halaman opini. Kalau satu hari satu halaman, kita bsia memuat tulisan kurang lebih 300 halaman dalam satu tahun. Kemudian kalau dokumentasikan, dalam satu tahun, bisa menjadi lebih dari 1 buah buku, dengan jumlah halaman yang cukup sekedar antara 100-150 halaman. Silahkan dihitung saja. Bila diterbitkan, bisa menjadi 2 buah buku. Namun, bila kedua buku itu diterbitkan, bisakah kedua buku itu dinilai kedua-duanya ?