Lihat ke Halaman Asli

Momon Sudarma

Penggiat Geografi Manusia

Bisnis Hewan Kurban, Menjanjikan, Sulit Membuktikan!

Diperbarui: 11 Juni 2024   05:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : fkh.ugm.ac.id

Senin itu. Hari senin, di minggu lalu. Kami dengan rekan yang lainnya, naik kendaraan, dengan maksud untuk memberikan uang panjer atau biasa disebut 'depe' pembelian hewan kurban sebanyak 3 ekor sapi.  Kami bertiga, dalam kendaraan, menuju lokasi ternak sapi. Lokasinya cukup jauh. 

Bukan saja, karena lokasinya ada di luar kota, dan menuju dari perbukitan, medan dan morfologi perjalanannya pun, cukup menantang dan menguji nyali adrenalin sang driver. Beruntungnya, sang driver pernah ke  lokasi di  maksud. Sehingga, tidak sulit untuk mencapai tujuan dimaksud. Namun, bagi mereka yang baru pertama kali hadir ke lokasi ini, mungkin akan sedikit was-was di buatnya.

Dari sisi waktu, perjalanan dapat ditempuh tidak kurang dari 1,5 jam. Perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Beranggotakan sebanyak 5 orang, berangkat  untuk sekedar melihat dan menyaksikan dengan kepala sendiri, hewan kurban yang akan dibelinya. 

"bentuk akuntabilitas..." ungkap kawan, yang kerap menggunakan dalil hukum dan politik, dalam membicarakan gerak langkah rekan seprofesinya. Hal itu, dia kemukakan, terkait alasan, bahwa hewan kurban itu adalah amanah warga yang  harus dipertanggungjawabkan kebenaran dan ketepatannya.

Selepas melakukan perjalanan jauh. Sampailah tim ini, ke lokasi peternakan sapi.  Kang Emid, begitulah disebutnya. Nama lengkapnya, Hamid, namun entah nama panjangnya. Tetapi, dia merasa nyaman dan cukup saja, dipanggil Kang Emid. Dia mengaku, sudah lama menjadi peternak sapi, di lokasi itu, yang disebut desa "Tegal Saeutik".

"Wah, Mang Emid, sekarang lagi ramai dong, panen.." guyon teman yang turut menemani perjalanan itu. Pertanyaan itu, disampaikannya di depan Kang Emid, saat kami melepas lelah di rumahnya. Sambil makan ketela rebus, dan rebus kacang, kami ngopi sembari ngobrol ke sana ke mari.

Orang yang ditanya senyum saja. Dia tampak serius menghitung lembaran kertas, yang disodorkan teman sebagai bayaran tahap awal, sapi yang dibeli saat itu. Kang Emid, didampingi istrinya, menghitung ulang duit yang baru diterimanya siang itu. " ya, lumayan Pak.." ungkapnya dengan logat dan bahasa dari Desa Tegal Saeutik. Jawaban itu, dia lempar sambil senyum yang ditahan.

"Kang, kalau lagi sepi, atau di luar bulan-bulan kurban seperti sekarang ini, kegiatanya apa ?" mendengar pertanyaan itu, kang Emid kemudian berhenti sesaat menghitungnya. Menatap dan sambil senyum agak sedikit ragu, menjawab pertanyaan dari tamu saat itu.

"ke Bandung, Pak.." ungkapnya, "di Sadang Serang..." jelasnya lagi. 

"Apa kerjaan di sana...", yang lain menimpali, "dagang ke pasar, atau masok barang..?"

Mendengar berondongan pertanyaan serupa itu, Kang Emid, memberikan jawaban singkat, "petugas kebersihan.." ungkapnya pendek, "itu juga tidak tiap hari.."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline