Sudah mulai muncul. Dua sikap yang berbeda dari kalangan pengurus organisasi kemasyarakatan, atau organisasi kepemudaan terkait rencana pemerintah memberikan hak pengelolaan tambang kepada ormas atau OKP atau organisasi keagamaan.
Tentunya, didepan layar, nalar Pemerintah sudah disampaikan. Pemberian hak pengelolaan tambang kepada ormas, adalah bagian penting dari bentuk apresiasi Pemerintah terhadap kontrobusi ormas terhadap bangsa dan negara. Demikianlah, sebagian nalar pemerintah yang terbaca di media massa.
Namun demikian, nalar kritis sebagian orang, muncul dan mengemuka benarkah demikian adanya ? artinya, apakah kebijakan pengelolaan tambang ini, benar-benar merupakan sebuah karpet merah nasionalisme atau jebakan merah kooptasi pemerintah terhadap organisasi kemasyarakatan ? Sekali lagi, apakah pengelolaan tambang oleh ormas ini, merupakan jembatan merah menuju nasionalisme ekonomi atau demokratisasi ekonomi, atau malah menjadi sebuah jebakan-merah bagi ormas terkait ?
Mengapa bisa disebut demikian ?
Mari sedikit merenung. Andai saja, kita berbicara masalah ini, dibalik layar atau dibawah meja. Kemudian, sebagai seorang pejabat negara kita mengajukan pertanyaan kepada warga negara Indonesia, termasuk ormas-ormas besar di Indonesia. Terkait pengelolaan tambang ini, lebih baik di kelola oleh asing, aseng atau ormas atau warga negara Indonesia ? Pertanyaan sentimentil, namun sarat dengan jiwa nasionalisme. Artinya, bila kita dihadapkan pada dua pilihan serupa ini, maka nalar dan spirit kebangsaan akan tergelitik.
Bila selama ini, sebagian diantara kita, merasa terganggu dengan banyaknya orang asing, atau aseng mengelola dan menguasai barang tambang di Indonesia, itu adalah wajar, dan bentuk sikap nasionalisme kritis terhadap fenomena yang ada. Sekarang, sudah ada jawabannya dari Pemerintah. Silahkan, kelola tambang oleh ormas atau organisasi keagamaan, atau OKP. Lantas, apa dan bagaimana reaksi publik terhadapnya !
Di sinilah, kita melihat dan merasakan, ada idelogi-nasionalisme yang tertanam dan termuat dibalik hadirnya kebijakan pengelolaan tambang oleh ormas. Kendati dengan sedikit nalar nostalgia, kita bisa mengatakan, "daripada di kelola oleh orang lain, maka tambang di dalam negeri ini, mari kita kelola oleh anak bangsa ini, termasuk di dalamnya adalah oleh organisasi kemasyarakat, sebagaimana yang diharapkan oleh Pemerintah". Bila kalangan ormas menolak gagasan ini, maka jangan salahkan bila Pemerintah kemudian menyerahkan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia ini, kepada kalangan asing atau kalangan oligarki.
Sekali lagi dengan kebijakan ini, kita bisa melihat dan merasakan, ada nalar ideologi-nasionalisme yang menyembul dibalik kebijakan tersebut. Atau, dalam bahasa lainnya, kebijakan ini, memiliki nuansa jembatan-merah nasionalisme dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.
Kendati demikian. Bacaan terhadap indikasi ini, tidaklah mudah dan tidak sederhana. Bisa jadi, pengelolaan tambang ini, bukanlah jembatan merah, melainkan JEBAKAN-MERAH yang halus, yang dikemas dan dikembangkan Pemerintah dalam mengkooptasi kalangan ormas. Melalui tambang, Pemerintah berusaha membuat jebakan-merah kepada ormas-ormas besar, dan kritis, dengan maksud dan harapan untuk kepentingan kekuasaan dan penguasa itu sendiri.
Tidaklah sulit untuk memahami indikasi ini. Sudah menjadi rahasio umum. Secara psikologis, binatang buas sekali pun, andai dipelihara dan diberi makan secara rutin, dalam waktu tertentu akan kehilangan nalar kritisnya, dan kemudian berbalik menjadi pembebek dan pembeo kepada pemberi makannya. Dengan gaya serupa itu, nalar kritisnya berubah menjadi nalar-pembantu yang tunduk patuh kepada majikannya.
Bila demikian adanya, maka jelas dan mudah dipahami pula, bila ada sejumlah organisasi kemasyarakatan, yang bersikap hati-hati, dalam menerima kebijakan Pemerintah dalam mengelola tambang ini. Mereka melihatnya, pengelolaan tambang ini, mirip dengan pemberian pisau tajam kepada ormas. Jika salah terima, akan menusuk ormas, dan bila diterima dengan tepat waktu, akan dapat digunakannya untuk kepentingan yang lebih bermanfaat di masa yang akan datang.