Istilah ini mungkin masih asing dalam telinga kita. Tentu, jangankan di telinga kita, di tulisan ini pun, saya masih ragu untuk menyampaikannya. Hal ini, karena memang, istilah ini, masih dalam konteks menelaah, membongkar, dan bila berhasil, merumuskan makna dan maksudnya.
Lha, kok bisa begitu ? bukankah, dalam tulisan sebelumnya, sudah pernah digunakan istilah duplikasi atau replikasi gagasan ? bukankah pada tulisan sebelumnya, sudah pernah mengulas masalah jenis-jenis gagasan atau ide yang bisa tampil dalam pikiran seseorang ?
iya, betul. Kita masih ingat. Pembaca masih ingat, dan sudah tentu, saya pun, yang menuliskannya masih ingat. Walaupun, saya harus tekankan bahwa ingatan saya ini, tidak mewajibkan diri sendiri untuk menghapal dan melestarikan gagasan itu. Karena dalam pikiran saya selama ini, bila ada informasi baru atau data baru, maka gagasan lama bisa diubah, diganti atau diperbaiki. Oleh karena itu, para pembaca tidak perlu heran, atau kaget, bila kemudian, kita akan banyak menarasikan istilah atau membicarakan sesuatu yang diupayakan terus berkembang berkelanjutan. Wah. keren kan, "ide dan gagasannya kita harus terus berkembang berkelanjutan..."
Nah, mengapa bisa begitu ? bukankah, istilah masih tetap sama, dan juga masih merujuk pada gagasan sebelumnya, lantas mengapa harus berkembang dan berbeda, apakah hal itu bukan berarti ada perubahan pemikiran, pendapat atau pendirian ? untuk menjawab pertanyaan ini, saya serahkan langsung kepada pembaca. Persilahkan nilai, dan tentukan sikap masing-masing. Karena pertanyaan itu, kadang lebih akan mengarah pada pemahaman subjektif atau sudut pandang pemikiran yang akan dianut masing-masing. Khusus untuk kali ini, kita akan coba lanjutkan diskusi kita mengenai gagasan duplikasi atau replikasi.
Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah duplikat mengandung makna salinan. Salinan bukan palsu, tetapi alat, media, atau teknik pengganti yang sama dengan aslinya. Duplikat, tidak bukanlah palsu, karena palsu dalam bahasa Indonesia, mengandung makna (1) tidak tulen; tidak sah; lancung, (2) tiruan (tentang gigi, kunci, dan sebagainya), atau (3) gadungan (tentang polisi, tentara, wartawan, dan sebagainya), (4) curang; tidak jujur atau (5) sumbang (tentang suara dan sebagainya). Konotasinya, sangat tampak dan jelas, yaitu negatif.
Sementara istilah duplikat, kembali meminjam pemaknaan dalam kamus bahasa Indonesia, yakni mengandung salinan dari aslinya, tetapi tetap dianggap asli, atau istilah lainnya, sesuatu yang serupa benar dengan aslinya. Misalnya dalam konteks surat atau ijazah yang fotocopy kemudian dilegalisir. Ada istilah yang mirip dengan ini, yakni replikasi. Pada kamus bahasa Indonesia, replika diartikan "proses, cara, perbuatan meniru; penduplikatan", atau makna lainnya, "pengulangan eksperimen psikologi dengan cara yang sama, tetapi tempat dan subjek mungkin berbeda ".
Sehubungan hal ini, lantas apa yang dimaksud dengan gagasan duplikatif ? gagasan duplikatif yang kita maksudkan, yaitu gagasan yang kita sampaikan, pada dasarnya bukanlah gagasan otentik diri sendiri. Gagasan yang disampaikan di sini, adalah gagasan orang lain, yang kita harus akui kesahihan rujukannya, namun kemudian kita gunakan dan kembangkan di sini. Wilayah pengembangan pemaknaannya, tidak jauh berbeda dengan maksud dan tujuan dari si penggagas pertamanya. Penggagas duplikatif, memiliki ruang untuk pendalaman, perluasan atau penajaman sehingga ide atau gagasan itu memiliki fungsi praktis dalam memecahkan masalah di setiap zamannya. Gagasan duplikasi adalah gagasan yang sama, namun diterapkan dalam tempat, atau cara yang berbeda dengan tingkat kedalaman yang berbeda.
Setidaknya, tidak jauh berbeda dengan seseorang yang melegalisir ijazah. Fotocopy ijazah itu, boleh diperbesar atau diperkecil ukurannya. Bebas, bergantung pada kebutuhan dan maksud dari penggunannya. Tetapi, untuk menjaga kebermanfaatannya, harus tetap ada rujukan keaslian hasil fotocopyan itu terhadap ijazah aslinya, yang biasa kita sebut legalisir. Dengan cara seperti ini, maka ijazah duplikat, pada dasarnya memiliki status dan fungsi yang sama dengan aslinya. Duplikat adalah salinan, bukan palsu.
Sehubungan hal ini, maka dapat ditegaskan di sini, bahwa pemilik ide dapat disebut pemilik gagasan otentik. Bila kemudian, ada yang menggunakan gagasan itu, dan dibumbui dengan retorika berbunga-bunga, untuk menutup maksud 'lain' dibalik penggunana konsep itu, dapatlah disebut gagasan kosmetik. Orang boleh saja, menggunakan ide demokrasi dan keadilan sosial, untuk sekedar merayu rakyat supaya memilihnya menjadi wakil rakyat, padahal dibalik itu semua, dia memiliki agenda terselubung untuk menjadi oligarkhi baru dalam kekuasananya kelak. Karena itu, ide demokrasi dan keadilan sosialnya itu, adalah ide kosmetik belaka.
Dengan memahami perbedaan gagasan otentik dan kosmetik itu, maka makna atau maksud dari gagasan duplikatif adalah kejujuran diri untuk menggunakan gagasan orang lain dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Penulis secara pribadi, pada dasarnya berhutang kepada pemikir, penulis, atau guru-guru yang sudah memberikan pemetaan mengenai pengetahuan, ilmu atau wawasan yang lainnya. Oleh karena itu, sejumlah tulisan yang hadir hari ini pun, pada dasarnya, tidak jauh dari menduplikasi ide, gagasan atau wawasan dari para guru tersebut.
Nah, sekarang bagaimana menurut pembaca ?