"satu tanggungjawab, beda peran", itulah yang menjadi spirit dari pendidikan kebencanaan untuk semua (disaster education for all). Spirit ini perlu dikedepankan, karena memang secara hakikat, bahwa pendidikan kebencanan itu, bukan milik lembaga pendidikan, dan bukan sekedar perlu diketahui oleh peserta didik. Tetapi, semua orang, semua pihak sangat membutuhkannya.
Selepas tahun 2004, khususnya setelah terjadi tsunami di Aceh dan Nias, rangkaian bencana geologi di Indonesia, hampir tidak pernah sepi. Kejadian demi kejadian terus terjadi di negeri kita ini. Bahkan, selain itu, bencana alam (natural disaster) ini, bukan hanya disebabkan oleh dinamika geologi, tetapi juga ragam bencana terjadi di Indonesia. Selain gempa dan gunung meletus, bencana banjir, longsor, kecelakaan transportasi, kebakaran hutan, dan lain sebagainya.
Di awal 2024 ini, ragam bencana pun terjadi di negeri kita. Gempa di Sumedang, Pangandaran, termasuk juga kecelakaan tabrakan kereta api yang terjadi Kota Bandung.
Semua masalah itu, sudah terjadi. Kita tidak perlu menangisi masa lalu. Hal yang perlu kita lakukan, adalah mengantisipasi kehidupan esok, dengan cara merekayasa pola hidup dan gaya hidup hari ini dan masa depan. Salah stu diantaranya adalah melakukan penyadaran dan pendidikan kebencanaan, sehingga setiap lapisan masyarakat kita, memiliki kewaspadaan prima dalam menghadapi ragam situasi, khususnya situasi kebencanaan.
Peringatan normative dalam Kitab Suci Al-Qur'an, sudah sangat jelas. Allah Swt berfirman, "... dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Qs. Asyuura : 30), atau ayat lain, "....telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs. Ar-Ruum : 41)
Tampak tegas dan jelas, bahwa diantara penyebab pokok terjadinya bencana di muka bumi ini adalah karena tangan manusia. Dalam konteks kita ini, yang dimaksud dengan tangan manusia, bisa bermakna personal maupun struktural.
Bencana bisa terjadi, karena ulah tangan-tangan jahil individu masyarakat, tetapi, bencana pun bisa terjadi, karena ulah pelaku kelompok, perusahaan, atau peraturan yang dikeluarkan Negara yang tidak pro pada lingkungan. Jenis penyebab yang kedua ini, adalah 'tangan manusia secara structural organisaional' dan bukan personal lagi.
Sehubungan hal itu, maka pencerahan dan pendidikan kebencanaan itu, perlu dilakukan kepada semua pihak. Kepada masyarakat, pendidikan kebencanaan dimaksudkan supaya tidak melakukan tindakan perusakan lingkungan, dan mampu membangun pribadi yang waspada dan tangguh dan tegar hidup di daerah rawan bencana (baca: Indonesia).
Pendidikan kebencanana bagi pengusaha, dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran pentingnya pembangunan dan industri yang ramah lingkungan. Mulai dari perencanaan, eksplorasi dan produksinya, diharapkan harus benar-benar menunjukkan sikap yang pro lingkungan.
Pendidikan kebencanaan pun sangat diperlukan bagi elit politik dan pemerintah. Hal itu dilakukan dengan maksud, supaya pihak regulator atau eksekutor (eksekutif) mampu merumuskan peraturan dan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.