Lihat ke Halaman Asli

Momon Sudarma

Penggiat Geografi Manusia

Penumpang Kalender

Diperbarui: 27 Desember 2023   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : pribadi, ilustrasi Monster Waktu, image creator, bing.com

Kalender, apapun jenis atau namanya, tidak ubahnya sebuah kendaraan. Apapun sebutan kalender yang kita miliki, misalnya kalender Hijriah, Kalender Masehi, Kalender Sunda, Kalender Jawa, Kalender China atau nama kalender etnis yang lainnya. Ragam jenis kalender itu, sama saja. Semuanya, tak ubahnya sebuah kendaraan.  Bahkan, lebih tepatnya, sih, sama dengan jam- dinding. Karena kalender itu, bergerak sendiri, tidak bisa dihentikan. Sementara kita semua adalah penumpangnya.

Setiap orang diantara kita, adalah penumpang kendaraan, yang disebut dengan kalender. Kalender, sebagai kendaraan waktu, dia akan terus bergulir, bergerak, dan tidak pernah hirau terhadap para penumpangnya. Siapapun penumpang itu, dan kapan naik, atau kapan turunnya.

Kalender pada dasarnya, tidak memiliki agama, atau tidak memiliki budaya. Kalender adalah identitas-waktu. Agama ataupun budaya yang ada, lebih karena disematkan oleh para penumpangnya, sehingga ada yang disebut bis kota, angkot, truk pasir, truk barang, atau angkutan pedesaan. Semua itu, adalah sebutan-sebutan dari si penumpang yang menggunakan atau mengisi kalender kendaraan tersebut.

Bagi waktu atau kalender, tidak ada yang suci, atau duniawi. Kesucian dan keduniawian kalender, lebih disebabkan karena 'kepedulian' para penumpangnya itu sendiri. Kalender sebagai tanda mesin waktu, tugasnya hanya satu, bergerak terus bergerak, meninggalkan masa lalu, menandakan masa kini, menuju masa depan. Sedangkan identitas-identitas kalender itu, banyak disematkan di sepanjang perjalananya oleh para penumpang. Termasuk untuk kita hari ini, yang berada di ujung waktu kalender 2023.

Bagi sang waktu atau sang kalender. Tidak ada istilah awal dan akhir, mula dan ujung, akhir tahun atawa awal tahun. Bagi sang waktu, semuanya hanyalah rankaian perjalanan tanpa jeda. Mungkin hanya kehancuran alam, yang menghentikan sang waktu atau kalender. Oleh karena itu, sebutan awal dan akhir, bagi waktu, lebih merupakan sematan identitas yang di berikan oleh para penumpangnya.

Warna-warni perjalanan, bukan karena waktu atau kalendernya. Tetapi, karena para penumpangnya. Warna perjalanan kalender itu, karena masa lalunya. Maka dari itu, ada yang disebut tanggal istimewa, misalnya hari ibu, hari kemerdekaan, hari anak-anak, dan lain sebagainya. Semua itu, merupakan memori terhadap masa lalu. Hemat kata, warna kalender karena kelakuan kita di masa lalu, bukan karena kelakuan kita di masa depan.

Bagi sang Waktu atau Sang Kalender, tidak ada istilah malam dan siang. Keduanya adalah rangkaian perjalanan. Karena di sini siang, di tempat lain malam. Isi kegiatannya, tidak jauh berbeda. Ada siang digunakan untuk istirahat, ada pula siang digunakan untuk kerja. Ada malam digunakan untuk tidur, ada malam digunakan untuk kerja. Semuanya adalah hal biasa. Bagi waktu dan kalender, siang dan malam tidak ada perbedaan, yang membedakan adalah sang penumpangnya itu sendiri.

Tetapi, perlu dicermati dengan seksama. Sang Waktu atau Kalender, bersifat tegas. Apapun yang dilakukan sang penumpang, andai waktu harus bergerak, maka yang diam akan tertinggal, dan yang ikut bergerak akan turut mengalami perjalanan. Itu saja. 

Jangankan untuk mundur. berhenti sedetik saja, sang Kalender tak akan kompromi. 

Apakah, hal ini adalah sebuah kekejaman waktu. Ya, waktu memang kejam. Tidak ada toleransi sedikitpun, tidak bergerak sedetikpun, akan ditinggalkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline