Lihat ke Halaman Asli

Momon Sudarma

Penggiat Geografi Manusia

MUI Bubar, MIN Suburkan!

Diperbarui: 21 November 2021   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu ketua MUI, ditangkap Densus 88. Lembaga yang sangat dihormati, setidaknya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, ternyata, terkontaminasi orang dengan paham radikal. Setidaknya itulah, yang tertanam dalam benak masyarakat sangat ini. Narasi dan preseden untuk menyudutkan lembaga ini, pun, kemudian meuncul dan menguat di tengah-tengah masyarakat "netizen". Karena sesungguhnya, pada masyarakat umum nan awam, seperti yang ada di sekitar tempat tinggalku, hampir tidak hirau dengan hiruk pikuk tersebut. 

Mereka cuek, dan kami pun, relatif santai merespon kejadian ini. Tetapi, sangat berbeda dengan masyarakat netizen, yang saling serang dengan kenceng. Bahkan kadang-kadang, hampir dapat disebutkan, tidak akan malu menyerang dan melecehkan orang atau lembaga yang lain, tanpa harus mengukur kepatutan dirinya.

Inilah situasi disrupsi, yang sarat dengan keberanian dan kebebasan. Berani  melontarkan pernyataan, tentang sebuah kejadian, walaupun mungkin bukan sebuah kenyataan. Tidak jarang, lontaran itu, bukan dilandasi oleh nalar sehat, melainkan sebagai nalar kolektif, untuk menyerang kelompok yang dianggap menggangu kepentingan dan kelompoknya sendiri.

Untuk kesempatan ini, urusan hukum,  biar kita kembalikan ke pihak yang berwenang. Hal yang bisa kita bincangkan di sini, khusus adalah  membicarakan kita, sebagai pengguna media sosial, dan generasi kita ke depan.

Majelis Ulama Indonesia, diserang oleh  netizen. Dalam posisi lain, netizen, dengan kekuatan dan modal yang dimiliknya, liar dan terbuka untuk melontarkan serangannya. Tagar #bubarkan MUI, walaupun dalam jumlah yang tidak begitu banyak, kemudian memancing kelompok lain, yang juga membuat tagar tandingan #dukungMUI. 

Saling serang dengan kritik yang sehat, adalah biasa dan wajar, dan akan mudah diterima. Tetapi, bila kemudian, menjurus pada pelecehan sosial dan status, maka bukan hal mustahil bisa menjadi delik-pencemaran nama baik, atau fitnah. Pada ujungnya, hal-hal substansi yang kita bicarakan, menjadi sesuatu yang terabaikan.

Di sela-sela itulah, terselip muncul, gagasan yang kemarin-kemarin, mengenai netizen sehat, netizen cerdas, dan netizen beradab, seakan lenyap seketika, dengan munculnya perang tagar di dunia maya. Di sela-sela itu pula, muncul pemikiran, akankah suatu saat kita pun bisa membuat Majelis Indonesia Netizen (MIN), yang mencoba untuk membangun keadaan  netizen. 

Betul, bila dikatakan, mengorgansir netizen adalah sesuatu yang 'absurd'. Tetapi, bisa jadi, hantu itu bukan sesuatu yang mustahil, bila kita semua memiliki mimpi yang sama, yakni membangun masyarakat netizen indonesia yang beradab.

Harapan adanya MIN ini, maksudnya, bukan saja untuk ngurusian Indonesia-Nyata, tetapi juga menjadi majelis ulama untuk Indonesia-Maya, yang belum tersentuh mengenai peraturan keadaban.  Mohon maaf, maksudnya, bukan berarti netizen buruk semua, namun, hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan netizen Indonesia yang beradab, sebagai bentuk lanjutan dari koreksi Google yang mengatakan bahwa netizen Indonesia dianggap paling tidak sopan !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline