Lihat ke Halaman Asli

Momon Sudarma

Penggiat Geografi Manusia

Manusia Ibarat Botol Kosong, tetapi Siswa Bukan

Diperbarui: 21 Oktober 2020   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Perlu ada perubahan sikap dari kita sebagai tenaga pendidik di zaman ini. Saya setuju, bahwa dalam teori psikologi, manusia diibaratkan botol kosong, atau tabula rasa. Hadir dalam keadaan fitrah, dan siap di isi oleh lingkungan dan dunia pendidikan, dengan warna dan aroma yang diberikan kepadanya. Manusia adalah botol kosong.

Teori dan pemikiran seperti ini, sudah umum dan diyakini sebagai salah satu pandangan dalam psikologi pendidikan, dan psikologi perkembangan. Pandangan ini pun, sudah berkembang dan diyakni sebagai salah satu keyakinan kuat dalam dunia pendidikan. Masalahnya sekarang ini, apakah pemahaman seperti ini, masih bisa dipertahankan ?

Untuk sekedar mengingatkan bahwa John Locke waktu itu, di abas XVII menggunakan konsep tabula rasa itu untuk kepentingan menceritakan posisi dan kualitas manusia saat lahir. Kembali saya ulas, penyataan itu benar, bila diposisikan untuk hipotesis di awal kelahiran manusia. Awal kelahiran manusia adalah ibarat botol kosong, tidak membawa sesuatu apapun. 

Sekali lagi, apakah dengan demikian, pemikiran serupa itu, relevan dengan kita, yang tengah berprofesi sebagai tenaga pendidikn, dan kemudian berada di hadapan anak di depan kelas ?

Sudah tentu jawabannya tidak. Ada di depan kita, saat mereka duduk di bangku pendidikan, mereka bukanlah botol kosong. Terlebih lagi di zaman modern seperti hari ini. Setiap hari, anak-anak kita mengakses ragam informasi dan kemudian menyerap dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, saat mereka hadir di depan kita di depan kelas, anak-anak kita sesungguhnay sudah berisi. Botol isi, dan bukan botol kosong !

Lantas apa yang harus dilakukan ?

Jawabannya, ya perlakukan anak sebagai botol yang berisi. Kalau sudah berisi penuh, dan kemudian kita mengisi hal-hal yang tidak perlu, maka dia akan meluap ke  luar.  akan tertolak oleh nalar anak.

Hal yang perlu dicermati, asupan ke dalam botol itu, mungkin masig serabutan. Andai ada yang kotor maka bersihkanlah, andai ada percampuran maka pisahkanlah. Di sinilah peran guru di era modern.

Eh, malahan, kalau dalam batasan tertentu, malah kita lah yang kosong botolnya, maka hargailah posisi dan kemampuan anak itu, untuk berbagi isi, baik dengan sesama anaknya, atau kita yang menjadi fasilitatornya..!

Inilah ekologi pendidikan di abad modern. Anak kita, di dalam kelas adalah peserta didik, tetapi kemampuannya bisa jadi, ada sisi lain yang lebih dari kemampuan kita ! hargai dan berdayakan !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline