Lihat ke Halaman Asli

Firsty Ukhti Molyndi

Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Buta Mata, Bukan Buta Hati

Diperbarui: 25 Oktober 2024   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Maksim Goncharenok

Marak terjadi kasus penipuan yang mirip korupsi kecil-kecilan. Bahkan pada lingkup terkecil semisal kehidupan bertetangga. Korbannya tentu saja yang dianggap lemah. Contohnya teman-teman disabilitas.

Sudah pekerjaanku sebagai jurnalis, untuk mengungkap kasus ini lewat investigasi. Beginilah caraku menyambung hidup sebagai mahasiswa kampus. Jika dimuat, maka aku akan dapat tambahan uang jajan. Biarpun tak banyak jumlahnya, tapi bagiku yang penting halal. 

Aku mewawancarai sebuah komunitas disabilitas di kotaku. Tak susah mencari mereka sekarang. Soalnya komunitas seperti ini, biasanya sudah melek media sosial. Maka aku pun menemui anggota salah satu komunitas.

Rumahnya tepat berada di muka sebuah gang. Dari kejauhan, kulihat bapak-bapak tua sedang duduk. Perawakannya agak gemuk. Mungkin usianya tak berbeda jauh dari ayah.

Dia mengenakan peci berwarna hitam. Aku mendekati bapak itu perlahan. Tak kuduga bapak malah tersenyum manis. Seakan tahu kedatanganku.

“Silahkan duduk, Nak. Sudah ditunggu dari tadi, “ Bapak itu mempersilahkan. Setelah memperkenalkan diri, aku pun menyampaikan maksud dan tujuan untuk mewawancarainya. Kukatakan pada beliau kalau aku dari tim jurnalis kampus. Bapak itu kembali tersenyum ramah.

“Apakah Bapak pernah mengalami penipuan?” tanyaku memulai wawancara. Mendengarnya beliau malah tertawa terbahak-bahak. Rata-rata dari mereka, para disabilitas netra, sering menjadi korban penipuan.

“Ya, pastilah mbak. Namanya juga orang buta, “ jawab bapak itu. Dia bernama Pak Mamad, seorang disabilitas netra yang sakit katarak. Sudah beberapa tahun ini, beliau tidak bisa melihat lagi.

“Dulu pas masih awal-awal buta, bapak pernah ditipu sama ojol.” cerita Pak Mamad. Karena baru mengalami kebutaan, Pak Mamad mengaku sulit untuk berpergian. Dirinya pun memesan ojol untuk pulang ke rumah.

Dikatakan sesudah dia diantar pulang, supir ojol meminta uang ongkosnya. Pak Mamad langsung menyerahkan dompet. Meminta si supir untuk mengambil sendiri uang dari sana. Ternyata si supir mengambil ongkos lebih dari yang seharusnya. Pak Mamad ingat betul jumlah ongkosnya hanya Rp. 14.000. Tapi supir ojolnya mengambil uang Rp. 30.000.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline