Lihat ke Halaman Asli

Mojiono

Kini ngajar di kampus trunojoyo, Madura.

Seuntai Kisah Mi di Lajia

Diperbarui: 29 Desember 2021   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Temuan arkeologis berupa mi dan mangkok berusia 4000 tahun (Sumber: thearchaeologist.org)

Mi telah menjelma menjadi pangan sejuta umat yang tersebar di hampir seluruh penjuru bumi.  Tiap wilayah punya ciri khas masing-masing, tidak hanya dari jenis bahan baku dan bentuk, melainkan bagaimana mi ini dihidangkan. 

Di Eropa, ada satu jenis mi yang sangat populer: spaghetti. Tak diragukan, pasta berbentuk silinder & lurus seperti lidi ini identik dengan negeri menara pisa, Itali. Bahkan, dalam hal masak memasak, terdapat istilah al dente yang dipopulerkan oleh orang Itali. Kata tersebut berarti tingkat kematangan pasta yang pas. Tidak terlalu keras (under cooked), tidak pula terlalu lembek (over cooked).

Di Indonesia, mi juga bukan barang aneh. Masyarakat sangat familiar, dibuktikan dengan ragam olahan mi yang ada saat ini. Tapi kalau boleh pilih, saya tidak ragu menunjuk mi nyemek khas Jawa sebagai top menu. Dari silsilahnya, mi nyemek adalah perpaduan antara mi godog dan mi goreng, dengan sedikit kuah kental gurih-manis. 

Se porsi mi nyemek (Sumber: shutterstock/Ridzkysetiadji)

Bicara soal sejarah mi, daerah asal mi masih menjadi misteri: Cina, Itali ataukah Timur Tengah? Sampai akhirnya, teka-teki asal mi mulai terkuak. Salah satu petunjuk meyakinkan adalah temuan objek arkeologis berupa mangkok berisi potongan mi di sebuah situs di Lajia, wilayah barat laut Cina. Mangkok tersebut ditemukan dalam kondisi terkubur sedalam 3 meter. Kuat dugaan, objek ini terkubur akibat gempa atau banjir dahsyat. Setelah dilakukan ekskavasi ekstra hati-hati, objek ini mulai diteliti dan ditemukan sejumlah fakta menarik. 

Pertama, usia mi tersebut diperkirakan berusia 4000 tahun. Singkatnya, mi ternyata telah ada dan menjadi menu penduduk bumi sejak 4000 tahun lalu. Sejauh ini, mi asal Lajia tersebut merupakan "mi tertua" yang pernah ditemukan. 

Kedua, bahan baku mi adalah millet. Tim melakukan riset untuk mengungkap apa bahan baku mi tersebut. Caranya, mereka bandingkan bentuk biji dan kulit millet dengan tanaman modern saat ini. Hasilnya, mi kuno tersebut dibuat dari dua jenis millet: broomcorn dan foxtain. Untuk menjadi mi, biji millet ditepungkan dan dibuat adonan, kemudian dicetak hingga membentuk untaian mi. Jadi, temuan ini sekaligus memperlihatkan bahwa masyarakat Lajia saat itu telah menguasai teknik penepungan bijian dan pembuatan mi. 

Begitulah kisah seuntai mi di Lajia. Penemuan ini seolah melengkapi kepingan mozaik teka-teki mi. Dan sebagai informasi, penelitian mi ini adalah cerita lama, 2005 lalu. Temuan arkeologis mi zaman kuno ini bahkan telah dipublikasikan di Brief Communications pada jurnal Nature volume 437 (2005). Saya hanya menuliskan kembali untuk pembaca. Sejarah tidak mengenal kedaluwarsa untuk diceritakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline