Lihat ke Halaman Asli

ReimonT

anak sma

Salah Jurusan?

Diperbarui: 19 Mei 2024   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Saya seorang siswa di SMA Kolese Kanisius. Oleh karena itu saya menjerumuskan diri di jurusan Sma IPA, dan saya termasuk salah satu siswa yang bisa dibilang biasa saja, tetapi tidak pernah "excellent" secara akademik di pelajaran IPA. Banyak rekan sekelasku yang menyebutkan aku sebagai "anak salah jurusan".

Saya sendiri merasa bingung dimana saya hinggap diantara labirin IPA dan IPS, mungkin karena itu saya bingung berambisi untuk belajar. Saya pun sebetulmya sudah memaksakan diri dan bekerja keras untuk mengikuti lajunya kurikulum "Merdeka Belajar", Tetapi saya merasa terjajah oleh hasil yang saya dapatkan. Selalu saya rasakan bagaimana minat dan bakatku tidak bisa dikembangkan secara maksimal dengan campur tangan sekolah, melainkan saya sendiri yang bisa mengolah minat bakat saya dan menumbuhkannya sendiri.

Menurut saya, Pendidikan adalah proses yang bertujuan untuk membantu individu dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berkembang secara pribadi dan sosial. Pendidikan tidak hanya melibatkan proses belajar di sekolah, tetapi juga meliputi pengalaman hidup dan lingkungan di sekitar individu, dimana menurut Denny Gembul, Pendidikan sangat penting karena memiliki peran yang sangat vital dalam pembentukan karakter dan masa depan seseorang. Pendidikan memungkinkan individu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan hidup, seperti memperoleh pekerjaan yang baik, menciptakan hubungan sosial yang sehat, dan mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan adalah faktor penting dalam menentukan masa depan dan kesejahteraan sebuah bangsa, dimana pendidikan Indonnesia bertujuan untuk meningkatkan potensi anak sesuai kemampuan anak untuk memajukan kualitas hidup dan kemakmuran masyarakat, serta meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global. Dalam konteks ini, pendidikan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang terampil, cerdas, beretika, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman pada nantinya.

Namun, Indonesia menghadapi beberapa kesalahan dalam sistem pendidikan yang menghambat perkembangan dan potensi individu. Banyak individu di Indonesia dijauhkan dari takdir mereka karena bakat unik mereka tidak dikembangkan. Pendidikan cenderung mengikuti arus dan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan kurikulum yang telah disahkan. Hal ini membuat individu yang memiliki bakat di luar standar kurikulum terabaikan dan tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Hal ini mendeskripsikan bahwa sistem pendidikan di Indonesia cenderung mengajarkan murid untuk duduk diam dan menghafal pelajaran-pelajaran yang tidak berguna di kehidupan sehari-hari. Kurikulum pendidikan seringkali tidak terintegrasi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja sehingga sulit untuk mengetahui bagaimana pelajaran tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Standarisasi nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) seringkali menjadi alat untuk mengejar kuantitas dan tidak mempertimbangkan kualitas.  Hal ini memaksa para guru dan siswa untuk mengejar nilai tinggi dengan mengorbankan hak asasi manusia, seperti hak untuk berkreasi dan mengekspresikan diri secara bebas. Hal ini terjadi di saya sendiri, dimana berdampak psikologis, ketuntasan dalam kemampuan belajar diukur dengan nilai tertentu, yang menambah tekanan dalam proses belajar. Hal ini membuat proses kerja yang terganggu. Ibaratkan otak seorang anak sebagai sebuah wadah karet yang bisa ditarik untuk memperluas kapasitasnya.  Hal ini dapat menyebabkan trauma belajar dan kelelahan mental pada murid, dimana juga dihubungkan dengan keterkaitan penyimpangan minat belajar dan berkembang pada anak.

Sistem pendidikan di Indonesia seringkali mengabaikan kebutuhan dan minat siswa. Anak-anak dan remaja Indonesia seringkali tertarik dengan olahraga seperti sepak bola, tetapi kurikulum sekolah yang padat dan tuntutan akademis yang tinggi dapat menimbulkan stres dan tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengejar minatnya di luar kelas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline