Keberadaan LSM asing dan LSM lokal semakin meresahkan masyarakat Sipirok, Marancar hingga Batang Toru (Simarboru). "Jangan ajarkan kami menjaga alam dan merawat Orangutan. Masyarakat kami sudah punya pengalaman ratusan tahun," kata Raja Ruat Sipirok, Edward Siregar.
Isu lingkungan hidup dan kepunahan Orangutan yang digaungkan sejumlah LSM asing dan lokal mulai bikin "meradang" masyarakat dan pemangku adat di Tapanuli Selatan. Warga di sana kesal karena selama ini oknum-oknum LSM yang mendulang duit miliaran rupiah dari bantuan asing itu memanfaatkan berita hoax tentang lingkungan dan habitat Orangutan.
"Mengenai Orangutan, saya sudah katakan, hubungan batin kami dengan Orangutan itu sudah sejak lama ada. Contoh, mereka (Orangutan) datang ke kebun, memakan buah-buahan yang ditanam, kami tidak usir. Itu terjadi sejak dahulu kala, hubungan batin itu," kata Raja Luat Sipirok, Edward Siregar, bergelar Sutan Parlindungan Suangkupon.
Raja adat ini meminta kepada sejumlah LSM asing dan LSM lokal yang menyampaikan kampanye hitam tentang daerahnya, terkait dengan isu Orangutan, untuk segera menghentikan kampanyenya tersebut. "Kami siap berdialog, kami akan mengajari mereka (LSM) bagaimana menjaga kelestarian alam, termasuk menjaga Orangutan. Masyarakat kami sudah punya pengalaman ratusan tahun," tegas Edward Siregar kepada wartawan di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, awal Mei 2019.
Edward mengingatkan LSM tersebut agar tidak lagi menyebarkan berita hoax (bohong) tentang kepunahan Orangutan dan ancaman banjir. Isu itu dikampanyekan oknum-oknum mengaku aktivis LSM itu agar semua pihak dan masyarakat di Tapanuli Selatan menolak atau menghentikan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru yang merupakan proyek strategis nasional era pemerintahan Presiden RI, Jokowi -- Jusuf Kalla.
"Belum pernah ada dalam sejarah masyarakat kami, mulai dari Sipirok, Marancar hingga Batang Toru (Simarboru), yang menyakiti atau membunuh Orangutan. Kami bisa hidup berdampingan dengan damai. Jadi jangan ajari kami bagaimana menjaga Orangutan dan menjaga kelestarian alam," lanjut Edward Siregar.
Energi Baru Terbarukan (EBT)
PLTA Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, yang merupakan pembangkit listrik dengan konsep energi baru terbarukan (EBT), merupakan bagian dari program pembangunan infrastruktur kelistrikan Presiden Jokowi, yang ramah lingkungan. Keberadaan PLTA ini nantinya akan mampu menghemat devisa sekitar USD 400 juta/tahun atau sekitar Rp5,6 tiliun rupiah/tahun, kata Firman Taufick, Vice President Communications and Social Affairs PT PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), perusahaan yang membangun PLTA Batang Toru.
"Selain penghematan devisa, PLTA Batang Toru adalah bagian dari komitmen Presiden RI dalam Paris Agreement, untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030. PLTA ini akan berkontribusi terhadap komitmen itu dengan mengurangi emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton pertahun," katanya.
Keberadaan PLTA Batang Toru, menurut Firman, adalah sebagai salah satu solusi pemerintah dalam penghematan devisa dengan menggantikan pembangkit bertenaga disel atau batubara, yang berbiaya lebih besar dan tidak ramah lingkungan.
"1,6 juta ton per tahun itu setara dengan kontribusi penyerapan karbon oleh 120.000 hektare wilayah hutan atau setara dengan 123 juta pohon," kata Firman menegaskan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dan negara dari proyek energi baru terbarukan tersebut. Proyek ini berkapasitas 510 MW, berlokasi di sebagian areal tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sipirok, Marancar dan Batang Toru (Simarboru), Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.