Lihat ke Halaman Asli

Manusia Sebagai Puncak (Tujuan Akhir) Penciptaan Alam

Diperbarui: 27 Februari 2021   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(Tujuan Akhir)

Tumbuhnya sebatang pohon mempunyai tujuan utama yaitu menghasilkan buah, demikian Rumi berpendapat. Argumentasinya berpijak pada realitas pohon pisang yang akan terus tumbuh sampai menghasilkan buah, dan setelah itu baru mati.

Demikian pula dengan alam, sebagai 'buah'nya adalah manusia, manusia adalah puncak atau tujuan akhir penciptaan alam. Dalam konteks tujuan akhir penciptaan Alam, maka seluruh isi alam adalah untuk manusia, ibarat seluruh akar, batang dan daun pisang dipersiapkan untuk buahnya. Apabila mau direnungkan, bukankah apa saja yang ditemukan di dunia ini adalah untuk manusia?

Tentang ini sebuah hadits qudsi menyatakan : "Lah laka wa lan lama, ma khalaqtu al-'alama kullah" ("kalau bukan karenamu, tidak akan kuciptakan alam semesta ini seluruhnya.") Al-Qur'an sendiri menyebutkan: "Dialah (Tuhan) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untukmu." [QS Al-Baqarah(2):29].

Sedangkan dalam konteks puncak penciptaan alam, manusia secara biologis adalah makhluk yang paling lengkap dan paling canggih, dalam pengertian mengandung semua unsur yang ada dalam kosmos, mulai unsur-unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga unsur-unsur khas manusia itu sendiri yang merupakan daya-dayanya yang istimewa. Hal ini kembali ke contoh Rumi ibarat buah, melalui bijinya, yang mengandung didalamnya semua unsur pohon yang melahirkannya, seperti akar, batang, dahan, ranting dan daun. Karena itulah, manusia sering disebut juga sebagai mikrokosmos (dunia kecil) yang terkandung didalam dirinya semua unsur yang ada dalam kosmos.

Adapun unsur khas manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain adalah akal. Dalam filsafat, terutama cabangnya: logika, manusia sering didefinisikan sebagai al-hayawan al-nathiq, hewan yang berbicara. Hewan sendiri secara bahasa berarti makhluk hidup karena al-hayawan berasal dari kata al-hayy yang artinya 'yang hidup'. Hewan yang berbicara dimaknai sebagai makhluk hidup yang rasional. Disebut rasional, menurut Kartanegara (2002: 50), karena hanya akal yang memungkinkan manusia berbicara dalam pengertian mengadakan komunikasi, mengekspresikan gagasan, dan menciptakan simbol-simbol dalam bentuk kata-kata.

Manusia dapat meraih dan menyusun ilmu pengetahuan karena melalui kemampuan kognitif atau teoritisnya akalnya dapat mengabtrasikan makna, baik dari data-data Inderawi yang disalurkan melalui alat-alat indera maupun dari konsep-konsep mental yang abstrak yang diungkapkan lawan bicaranya, baik secara lisan maupun tulisan. Makna-makna yang diperoleh akal manusia itu, baik dari data-data Inderawi maupun dari konsep-konsep mental yang abstrak, kemudian disusun secara sistematis, dianalisis dan diteliti sedemikian rupa sehingga mampu memahami sesuatu sebagaimana adanya. Dan memahami sesuatu sebagaimana adanya inilah yang disebut ilmu. Ketika ilmu manusia menjadi beraneka ragam, maka ilmu-ilmu itu disusun, dipilah-pilah dan dikelompokkan menurut urutan kepentingannya sehingga manusia dapat menyusun hirarki atau klasifikasi ilmu yang dengannya hubungan antar rumpun ilmu dapat dijelaskan dengan baik (Kartanegara, 2002: 51).

Manusia sebagai puncak atau tujuan akhir penciptaan alam dengan daya-daya yang dimilikinya sebagaimana dijelaskan di atas disempurnakan Tuhan dengan dikaruniai sesuatu yang bersifat ruhani, yang menjadikan manusia bukan hanya makhluk fisik, melainkan juga makhluk spiritual.

SEMOGA BERMANFAAT :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline