Lihat ke Halaman Asli

Hukum Kumpul Kebo

Diperbarui: 23 Desember 2016   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Syahroni menjalin hidup bersama, tanpa nikah ( kumpul kebo ), dengan maulidiyah selama kurang lebih 3 tahun, dan telah dikarunia anak laki-laki. setelah mempunyai anak, syahroni berjanji untuk menikahi maulidiyah, dan yahroni mengaku duda.

            Setelah beberapa waktu kemudian, tiba-tiba datang seorang perempuan yang mengaku istri syahroni yang bernama mita. Mita marah-marah, dan mengancam maulidiyah untuk mengadukanya kepolisi karena telah melakukan hidup bersama (kumpul kebo). Mita juga mengatakan bahwa anak maulidiyah adalah anak haram yang tidak punya hak apa-apa.

            Tentu saja maulidiyah tidak terima. Apalagi, syahroni berjanji untuk menikahinya. Dan ketika hal ini ditanyakan, syahroni mengaku bahwa mita sudah diceraikanya. Maulidiyah pun menuntut kalau syahroni tidak menikahinya, ia akan meminta ganti rugi.

            Dalam peristiwa diatas ini ada beberapa hal yang harus kita ketahui yaitu:

  • Pada dasarnya hidup bersama (kumpul kebo) tidak dapat dikenakan sangsi hukum. Karena dalam ketentuan hukum, hudup bersama sebelum menikah itu tidak diatur secara tegas sebagai perbuatan yang dapat dipersalahkan. Namun, apabila hidup bersama tersebut dilakukan oleh seorang laki-laki yang telah beristri disertai hubungan badan, maka perbuatan tersebut dapat dikeenakan sanksi hukuman pasal 284 KUHP. Karena perzinahan dihukm selama-lamnya 9 bulan. Akan tetapi, pelaku perzinahan tersebut baru dapat dituntut apabila ada pengaduan dari istrinya yang sah yang telah dirugikan. Jadi, dalam hal ini, syahroni dan maulidiyah bisa dikenakan sanksi pasal 284 KUHP apabila benar mita itu istri sah syahroni dan mengadukanya kepolisi. Tapi, maulidiyah juga bisa balik menuntut syahroni karena telah menipu dengan mengatakan duda. Untuk itu, maulidiyah perlu bukti. Mintalah surat cerai syahroni dan mita, jika memang mereka benar-benar telah bercerai.
  • Mengenai janji untuk kawin, jika tidak dilaksanakan, tidak dapat menimbulkan hak guna menuntut dimuka hakim agar perkawinan itu berlangsung. Sebab pasal 59 KUHPer pasal 6 UU no.1 /1974 tentang perkawinan menyenutkan bahwa perkawinan harus di dasarkan pada persetujuan calon mempelai, jadi tidak dapat dengan paksaan. Selain itu, segala persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah bata.
  • Mengani anak dari hubungan diluar nikah itu, sebaiknnya tidak disebt anak haram. Karena anak itu lahir tanpa dosa tapi kedua orang tuanyalah yang telah melakukan  kesalahan. Lebih baik anak itu disebut anak diluar nikah, dalam hukum perdata anak tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline