Pagi itu, menjadi hari yang bersejarah buatku. Karena aku akan menikmati perjalanan dengan kereta api yang sudah lama kurindukan. Kurasakan sejuknya udara pagi hari yang membuatku tidak sabar menikmati perjalananku yang panjang.
Semuanya berawal dari pandangan pertama.
Malam hari sebelum keberangkatanku ke stasiun, aku mengemas seluruh perlengkapanku. Memasukkan banyak baju dan makanan ke koper hingga membuatnya berat, seberat beban hidupku sebagai mahasiswa akhir.
Tidak bisa kubayangkan perjalananku esok hari akan indah. Sebab, tugas-tugas kuliahku masih bergelantungan di pikiranku. Membuat perasaanku tak tenang, kecemasan juga ada pada diriku.
Usai mandi pagi dengan air dingin yang seakan membuat tubuhku menjadi es, serta sarapan dengan bubur ayam kesukaanku, aku dan keluargaku berangkat menuju stasiun. Sesampainya di sana, kulihat ruang tunggu yang begitu sesak seperti pasar malam.
Tiga puluh menit kami menunggu kereta kami tiba. Selama menunggu, kulihat seorang gadis manis duduk seorang diri. Dia berwajah cantik, berlesung pipi, dan berpayudara besar, yang tingginya hampir menyamaiku dengan membawa buku-buku yang entah buku apa aku pun tak tahu. Tapi aku menduga, gadis manis itu adalah mahasiswi yang kuliah di kota yang tak jauh dari kotaku.
Kulihat gadis itu duduk dengan sabar menunggu keretanya tiba dengan asyik bermain handphone meski sesekali dia membaca buku-buku yang dibawanya itu. Tanpa kusengaja, sempat kulihat novel Laut Bercerita karya Laila Chudori di antara buku-buku yang dibawanya.
Sontak, aku pun teringat pernah membaca buku itu. Alur cerita dan tokohnya pun, aku masih ingat betul. Laut, sosok mahasiswa yang ditangkap dan menghilang ketika rezim Soeharto berkuasa.
Sementara kulihat gadis itu dari kejauhan, ibu dan kakakku asyik mengobrol di sampingku. Entah mereka bicara apa aku pun tak tahu, karena aku tak peduli, aku hanya ingin melihat gadis manis itu. Kesempatan buatku untuk melihat gadis manis itu dari kejauhan.
Begitu cantiknya gadis itu, hingga terbesit di pikiranku untuk berkenalan dengannya. Namun, karena ada ibu dan kakakku saat itu, aku urung memberanikan diri.