Kehadiranmu adalah alasanku bisa semangat dari waktu ke waktu, terdengar berlebihan, tetapi aku merasakannya begitu.
Keberadaanmu adalah alasanku tetap bertahan mengarungi kehidupan yang semakin hari semakin pahit.
Bersamamu, hari-hariku menjadi lebih indah ketika mengingat hidup semakin berat dan kian kejam.
Aku bersyukur karena ada alasanku untuk bisa menggoreskan wajah agar bisa tersenyum dengan arti yang sebenarnya.
Namun, karena ego kita yang tidak bisa diredam masing-masing, perpisahan menjadi keniscayaan.
Dirimu memaksakan diri untuk berpaling, aku semakin kalang kabut saat kita tidak bisa lagi utuh: retak dan berganti pecah.
Ya, ini sudah hampir 1 dekade kita terpecah menjadi 'aku' dan 'kamu', kisah satu sama lain menjadi sendiri-sendiri.
Andai dirimu tahu, aku merasa lelah dengan mengingatmu, apalagi berharap agar jalanku dan jalanmu kembali menyatu.
Ya, ini salahku, anggap saja ini salahku karena tidak bisa mengendalikan amarahku sendiri, dirimu selalu benar.
Padahal, andai dunia tahu, dirimu yang terlalu besar egonya, tetapi justru menyalahkanku tidak bisa menurunkan ego.
Bukankah dirimu yang semakin tidak bisa dimengerti, bahkan mengerti aku saja dirimu tidak mau?