Dulu, aku menganggap bahwa bahagiamu adalah bahagiaku juga, karena melihatmu bahagia sudah membuatku bahagia.
Meskipun sehancur-hancurnya hari-hariku, melihatmu tersenyum saat kita bertemu atau di dunia maya, aku merasa tenang.
Bahkan, aku pernah punya anggapan bahwa dunia boleh hancur, tapi hatimu jangan sampai hancur.
Meskipun tidak saling memiliki, setidaknya kalau kamu senang, aku juga ikut senang dengan apa pun yang kamu alami.
Bahkan, aku sering menyembunyikan rasa sedihku agar kamu tidak ikut sedih saat melihatku sedih.
Justru aku berusaha untuk menguatkan diri agar terlihat bahagia agar kamu ikut bahagia ketika melihatku bahagia.
Aku sengaja membohongi diriku sendiri agar pikiranmu tidak ikut terbebani karena aku, kuyakin hidupmu sudah berat tentunya.
Aku harus memasang topeng yang berat daripada kamu harus ikut menderita, biarkan aku saja.
Kalau aku sedih dan kamu turut sedih, lantas siapa yang akan membuatku kembali pulih dan bahagia selain dirimu?
Memang, aku sengaja menderita dan menanggung kepiluan ini sendirian, kuyakin ini tidak sampai mengganggumu.
Kalau tidak bisa ditahan lagi, aku harus menepi di suatu tempat dan menangis sekencang-kencangnya dalam kesendirian.