Kita sudah muak dengan ulah koruptor yang masih bisa cengengesan di depan kamera ketika sudah mengenakan rompi oranye.
Mengapa? Sudah jelas, instrumen hukum di Indonesia tidak sekuat Tiongkok yang lebih kejam, yaitu eksekusi mati.
Jadi, pejabat korup di Tiongkok tidak pernah ada yang tampak tersenyum, bahkan wajah mereka lesu dan pandangannya menunduk.
Tidak perlu jauh-jauh, di era Majapahit, koruptor dan pelaku penggelapan pajak dijatuhi hukuman mati, sesuai dalam Kitab Kutaramanawa yang menjadi dasar hukum positif kala itu.
Belum lagi sebelum menjadi pejabat atau pegawai pemerintahan, mereka sudah disumpah atas nama Tuhan menggunakan kitab suci.
Padahal, sumpah berdasarkan agama seharusnya menjadi pengingat agar tidak melakukan tindakan menyimpang.
Giliran ditangkap karena tipikor, suap, penggelapan pajak, dan tetek bengeknya, mereka berkilah bahwa sedang diuji.
Kontras dengan Tiongkok yang merupakan bukan negara berketuhanan, tetapi hukumannya jauh lebih berat.
Ya, sanksi yang rendah dan kurang kuatnya penyitaan aset pelaku kejahatan keuangan inilah yang membuat mereka masih bisa bahagia, bukannya bertobat.
Sebenarnya, pada 2012 sudah ada RUU Perampasan aset yang sudah dirancang sekian lama, tetapi kerap gagal masuk Prolegnas DPR RI.