Lihat ke Halaman Asli

MASE

Mochammad Hamid Aszhar

Mengheningkan Jiwa

Diperbarui: 26 Juni 2023   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulih Bersama. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hidup ini adalah pergerakan dari moment ke moment mengalami proses lembaran baru-lembaran baru menetapi cara hidup tertentu sampai pengabdian (dharma/ibadah) kita selesai. Ada satu eksistensi sejati, sumber segala realitas dan absolute yang terus-menerus memancarkan diriNya sehingga terwujud kehidupan semesta ini. Dia memiliki sifat utama Maha Berkelimpahan (ar-rahmaan) dan Maha Cinta (ar rahiim). Keberadaan kita adalah wujud pancaran dari keberlimpahan dan cintaNya. Atau dengan kata lain kita ini hidup untuk mengalami keberlimpahan dan cinta (svarga/surga). Kita manusia ini sejatinya adalah makhluk svarga/surga yang akan bahagia bila mengalami keberlimpahan dan cinta  serta akan menderita bila tercerabut kita dari keberlimpahan dan cinta. Kebahagiaan dan penderitaan itu ada di jiwa di dalam diri kita bukan di fisik di luar diri kita. Sejatinya svarga/surga kita ada di jiwa kita.

Pada hari ini, banyak jiwa yang menderita. Data dari WHO, menunjukkan ada sekitar 12,53% penduduk dunia yang mengalami gangguan jiwa dan trennya terus meningkat 26-28% setiap tahun. Sungguh ironis, gangguan jiwa semakin meningkat di tengah dunia fisik yang semakin meningkat. Kita yang hidup dalam ilusi yang tiada habisnya. Kita yang hidup dikejar-kejar waktu, dikejar target, terlalu merisaukan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan serta tidak bisa menikmati hidup mari mengheningkan jiwa sejenak. Kita yang terlalu sibuk dengan gadget, sulit untuk sadar penuh hadir utuh bahkan tersenyum pun kita sering lupa walaupun senyum itu gratis mari mengheningkan jiwa sejenak untuk memberikan jeda, ruang kosong, hening untuk jiwa kita. Tarik nafas...buang nafas...se-natural mungkin. 

Kita perlu istirahat dari (1) : "membandingkan". Comparison is dengerous. Kalau kita menghakimi ikan berdasarkan kemampuannya terbang dan menghakimi burung berdasarkan kemampuannya berenang maka ini kita tidak akan pernah bahagia. Kita perlu menyadari bahwa setiap makhluk itu unik sesuai kapasitas dan tugas kehidupannya masing-masing. Kita perlu istirahat dari (2) : menuruti ego, keinginan dan hawa nafsu. Hidup tidak hanya soal mendapatkan dan mengumpulkan daftar keinginan kita yang sumbernya dari ego dan hawa nafsu. Hidup ini juga tentang melepaskan dan berbagi. Tidak semua keinginan terwujud demi keseimbangan kehidupan itu sendiri. Kehidupan ini hancur bila harus menuruti semua ego, keinginan dan hawa nafsu kita. Kita juga perlu istirahat dari (3) merasa paling baik dan benar. Kita tidak bisa mengukur sepatu orang lain dengan sepatu kita sendiri. Berapa banyak penderitaan dalam kehidupan mulai dari penindasan, pembunuhan, perceraian, broken home bahkan peperangan terjadi berawal dari merasa paling baik dan benar, sedangkan yang berbeda dianggap salah dan harus disingkirkan bahkan dibinasakan.

Menyadari nafas yang masuk (inhale) dan keluar (exhale) melalui hidup kita. Mengakses kebahagiaan lewat kesadaran dan mengekspresikan kebahagiaan lewat pengabdian. Mengalami hidup sadar penuh hadir utuh, mengalami kebahagiaan. Mengalami haru keberlimpahan dan cintaNya. Lakukan ini setiap pagi, siang, sore dan malam hari. Hidup sadar penuh hadir utuh tersebut akan melatih kita untuk berada di kecepatan hidup yang tepat. Jadi bukan cepat tapi tepat. Terlalu cepat akan membuat kita lambat. Tepat, walaupun lambat, akan membuat kita sangat cepat. Dalam Sistematic Review yang dilakukan Alsubaie dkk disebutkan bahwa sadar penuh hadir utuh (mindfulness) dapat mengurangi kondisi stress, dan menurunkan tingkat kortisol dan tekanan darah (keduanya penanda terjadinya stres), meningkatkan respons kekebalan tubuh, bahkan menunjukkan manfaat sampai ke level gen kondisi kesehatan baik secara fisik dan psikologis.

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 1 : 7) (QS 3 : 190-191)

Verduyn, P. and Lavrijsen, S. Which Emotions Last Longest and Why: the Role of Event Importance and Rumination. Springer Science+Business Media New York,  31 October 2014.

Alsubaie, M., Abbott, R., Dunn, B., Dickens, C., Frieda Keil, T., Henley, W., Kuyken, W., 2017. "Mechanisms of action in mindfulness-based cognitive therapy (MBCT) and mindfulness-based stress reduction (MBSR) in people with physical and/or psychological conditions. Clinical Psychology Review

Institute of Health Metrics and Evaluation. Global Health Data Exchange (GHDx), (https://vizhub.healthdata.org/gbd-results/, accessed 14 May 2022).

Mental Health and COVID-19: Early evidence of the pandemic's impact. Geneva: World Health Organization; 2022.

Charlson, F., van Ommeren, M., Flaxman, A., Cornett, J., Whiteford, H., & Saxena, S. New WHO prevalence estimates of mental disorders in conflict settings: a systematic review and meta-analysis. Lancet. 2019;394,240--248.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline