Begin with the end in mind. Begitu disampaikan Stephen R. Covey sebagai kebiasaan dengan efektivitas tinggi untuk memulai setiap hari, tugas atau proyek dengan tentang muara dari semua aktivitas yang kita lakukan. Coba bayangkan... jika hari ini adalah hari terakhir hidup kita. Kita akan dipaksa bertanya, "Hidup seperti apa yang akan aku jalani hari ini ? Bagaimana aku bisa menjalani hidup lebih baik ? Apa dan siapa yang paling berarti dan bermakna dalam hidupku ? Kebaikan apa yang akan aku buat, berikan dan katakan hari ini?". Kita segera menyadari hidup sebagai hadiah (gift), mengendalikan diri dan tidak lagi menunda-nunda melakukan hal yang prioritas. Tidak sibuk mempermasalahkan hal-hal remeh. Sibuk pada hal yang tidak bermakna adalah distraksi terbesar dalam kehidupan yang agung (great).
Di bagian pertama dan kedua kita telah membahas ikhlas, syukur, kasih sayang dan disiplin sebagai akar/pondasi kebajikan hidup. Di bagian ketiga kita juga telah membahas pengabdian dan pembelajaran sebagai batang/tiang kebajikan hidup. Di bagian keempat ini kita membahas puncak kebajikan hidup, muara dari semua aktivitas yang kita lakukan agar lebih nikmat, totalitas dan bermakna. Ibarat tanaman, kebajikan ini adalah puncak dari value yang diberikan tanaman. Value yang diberikan tanaman bisa berupa buah, daun dan oksigen yang dihasilkan. Value yang diberikan tanaman juga berupa kemampuan tanaman menjaga erosi humus tanah, sebagai reservoir air tanah, meningkatkan estetika alam, melindungi bumi dan makhluk dari polusi baik di udara, tanah dan air lewat proses fitoremediasi maupun evapotranspirasi. Kebajikan hidup ini berada dalam Ayat 7 Surat Al Fatihah yaitu : Kebajikan Menjaga Kenikmatan, Kesadaran dan Kebermaknaan Hidup atas The Law of Rhythm.
The law of rhythm menyatakan bahwa hidup ini terus bergerak. Ada ritme gerakan dari pasangan kutub/lawan seperti ayunan pendulum yang diwujudkan dalam segala hal. Inhale dan exhale dalam nafas kita, pasang surut, keluar masuk, naik turun, siklus hidup, musim, pertemuan dan perpisahan, fase perkembangan makhluk hidup, serta kelahiran dan kematian adalah sebagian ritme hidup real yang sehari-hari kita alami.
Pada tahun 1687, Isaac Newton membukukan pemikirannya tentang ritme gerak alam dalam Mathematical Principles of Natural Philosophy. Beliau menjelaskan 3 hukum tentang gerak yakni Hukum Newton 1 tentang inersia, Hukum Newton 2 tentang resultan gaya, masa dan percepatan serta Hukum Newton 3 tentang aksi dan reaksi. Hukum fisika klasik tentang ritme gerak alam lebih lanjut diteliti dalam dunia fisika kuantum oleh Professor Benjamin Lev, Pakar Fisika dari Stanford University bersama ilmuwan lainnya. Dalam skala kuantum terdapat gerakan ritmik seimbang yang disebut thermal equilibrium. Dalam skala makrokosmos, sejak terjadinya Big Bang, selama sekitar 13,77 miliar tahun alam semesta terus mengalami the law of rhythm baik dengan gerak rotasi maupun gerak revolusi. Manusia sendiri adalah makhluk yang mengalami the law of rhythm. The law of rhythm juga berlaku di ekonomi, human relation, spiritualitas dan kesehatan.
Melawan hukum alam ini dengan sedentary lifestyle misalnya sebagai gaya hidup malas gerak bisa menyebabkan manusia secara fisik mengalami long life diseases, seperti hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, osteoarthrosis, jantung koroner, stroke dan kanker. Metode kedokteran modern sampai saat ini hanya mampu mengatasi long life diseases sebatas agar penyakit tidak semakin parah dan menghindari komplikasi, sehingga harus menjalani pengobatan seumur hidup. Natural movement adalah adalah salah satu harapan utama dunia kesehatan di masa depan sesuai hukum alam the law of rhythm.
Kunci untuk menguasai the law of rhythm adalah adalah menjaga kenikmatan, kesadaran dan kebermaknaan hidup. Karakter alam semesta yang bergerak seringkali mendorong kita untuk terus berkencenderungan doing, doing dan doing, namun tidak tahu apa yang dicari dalam hidup, tidak bisa menikmati, tidak sadar penuh hadir utuh dan tersesat dalam hampa tanpa makna.
Ayat ketujuh dari Surat Al Fatihah mengajarkan pada kita suatu kebajikan hidup dengan menjaga kenikmatan (a pleasant life), kesadaran (an engaged life) dan kebermaknaan hidup (a meaningful life). Ketiga pilar ini disampaikan Martin E.P. Seligman sebagai Authentic Happiness. Ini adalah kondisi di "puncak pencerahan" dan muara yang selalu dicari dibalik semua aktivitas manusia. Seringkali kita lebih mengejar “keinginan untuk menjadi bahagia” daripada benar-benar“menjadi bahagia”. Sibuk dengan "doing" tanpa menikmati "being" secara sadar dan bermakna. Bukankah kita human being, bukan human doing ?
Sebagai human being dalam diri manusia ada 4 unsur yaitu pikiran, energi, emosi dan tubuh. Kenikmatan pikiran adalah kedamaian. Kenikmatan energi adalah selarasnya vibrasi, frekuensi dan energi kita dengan energi tinggi (nur muhammad). Kenikmatan emosi adalah perasaan keberlimpahan dan cinta. Kenikmatan tubuh adalah sehat.
Sebagai human being dalam diri manusia ada kesadaran. Keempat unsur kenikmatan di atas tidak ada artinya bila kita tidak "sadar penuh hadir utuh" untuk menikmati. Apalagi bila kita terus saja melekatkan dan menggantungkan kebahagiaan kita pada sesuatu di luar diri kita seperti pandangan orang, uang, pasangan, rumah, mobil dan pernak-pernik dunia fana dan terbatas. Maka semakin membuat kita labil dan tidak bisa menikmati hidup.
Sebagai human being dalam diri manusia ada makna hidup. Semua kenikmatan di atas, semua kesadaran di atas tidak ada artinya bila tidak ada makna hidup dibaliknya. Kebahagiaan datang dan pergi, namun saat hidup mempunyai makna maka makna hidup tersebut akan memberi kita pegangan yang kuat ketika kita mengalami berbagai dinamika kehidupan. Makna hidup akan membawa kita pada zona energi tinggi, menaklukan ego, unconditional love, unconditional happiness, hidup totalitas serta memberi arah kemana kita harus menuju
Kebermaknaan hidup bisa kita dapatkan melalui kondisi sebagai berikut :