Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Ikhya

Peneliti dan esais muda

Jawabannya Bukan Khilafah!

Diperbarui: 7 Februari 2021   05:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nationalism and khilafah

Tulisan pendek ini dimaksudkan untuk memberi komentar (counter argument) atas sebuah artikel yang berjudul "BUNGKAM PARA PENGHINA ISLAM DENGAN KHILAFAH !" yang dipublish di kolom website Nusantara News pada hari minggu (15/11/20) lalu. Di dalam artikel tersebut tertuang seruan agitatif untuk bersama-sama memboikot produk Prancis sebagai reaksi umat Islam atas ucapan Presiden Macron yang secara terang mendukung karikatur Nabi Muhammad sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Berkembangnya deretan kasus penghinaan terhadap Islam, menurut artikel tersebut, adalah disebabkan oleh ideologi dan tata nilai barat (demokrasi-kapitalisme dan sekluar-liberalisme) yang menjangkiti negara-negara Islam juga umat muslim sendiri. Ideologi-ideologi itu dianggap sebagai faktor persoalan utama yang selalu berujung pada penghinaan dan pelecehan terhadap Islam atau simbol-simbol Islam selama ini. Sehingga, khilafah-Islamiyah menjadi satu-satunya sistem yang sesungguhnya sangat dibutuhkan umat Islam bahkan oleh dunia.

Memahami Persoalan

Nabi Muhammad adalah manusia yang sangat dimuliakan umat Islam. Beliau adalah prototype paling sempurna bagi terminologi yang absolut tentang agama Islam, umat muslim dan al-Qur'an. Sehingga, menjadi wajar jika penghinaan terhadap Nabi menimbulkan reaksi keras dari seluruh umat Islam di dunia.

Tetapi, apapun bentuknya, penghinaan terhadap Nabi sejatinya adalah perbuatan yang tidak berdasar. Karena tidak ada suatu kehinaan apapun pada diri Nabi.

Kontroversi karikatur yang diterbitkan majalah satir Charlie Hebdo beberapa pekan lalu, harus dipahami sebagai 'gambaran mereka terhadap Nabi', bukan 'gambaran Nabi'.

Mereka mengilustrasikan Nabi sebagaimana informasi yang ada di kepala mereka. Di mana hal itu sangat terkait dengan fakta sosiologis bahwa penduduk Prancis adalah mayoritas non-muslim, sehingga sangat mungkin mendapat suguhan artikulasi tentang Islam yang salah. Kedua, keniscayaan oknum atau kelompok yang seringkali tampil serba mengerikan dengan atas nama Islam, tak dapat dipungkiri juga turut menjadi dasar mereka dalam memberi stigma buruk terhadap Islam dan Nabi Muhammad secara general.

Fenomena Prancis dan Macron tersebut, jika kita amati, barangkali terjadi di antara dua faktor: mereka yang minim integritas dan toleransi, atau krisis pengetahuan dan informasi.

Islam menuntut umatnya untuk bersikap bijak dalam menghadapi segala persoalan. Bagiamana sebuah masalah harus diolah dan dipertimbangan secara mendalam meliputi aspek sebab dan akibatnya yang akan ditimbulkan. Mengapa hal itu terjadi, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana dampaknya.

Ajakan boikot misalnya, yang dimaknai sebagai bagian dari "hukuman", harus dipertimbangkan sematang mungkin. Memboikot artinya menghentikan transaksi dan membatalkan interaksi. Keadaan itu hanya mungkin dilakukan jika "subjek hukum" berada dalam satu suara secara kolektif-kolegial. Bagaimana mungkin? Sementara banyak saudara muslim kita berpenduduk di sana, juga bekerja di perusahanaan-perusahaan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline