Al-Qur'an sebagai pedoman hidup umat islam yang konfrehensif tentunya tidak hanya bercincang tentang hal-hal yang ukhrawi saja, melainkan ia juga menyentuh hal-hal yang duniawi. Karena yang ukhrawi pastinya tidak bisa dipisahkan secara total dari hal-hal yang duniawi. Keduanya berkelit kelindang bagaikan hubungan sebab akibat.
Pertentangan serta konflik antar satu dengan lainnya sebagai akibat dari hubungan sosial yang tidak bisa dihindari merupakan bagian dari hidup yang berbau duniawi sekalipun tidak kemudian dijauhkan sama-sekali dari hal-hal yang ukrawi.
Sehingga al-Qur'an datang dengan membawa pedoman serta aturan untuk dijadikan pijakan dalam mengatasi persoalan konflik erta pertentangan yang ada dalam kehidupan masyrakat.
Pedoman yang dibawa al-Qur'an diatas kemudian dikatakan sebagai prinsip dasar peradilan islam dalam mengatasi persoalan yang ada dalam masyrakat.
Baca juga :Berdamai dengan Inner Child Secara Islami
Kemudian, berdasrkan prinsip bahwa al-Qur'an hanya memberikan garis-garis besarnya saja dalam membawa pedoman hidup tanpa menyentuh pada hal-hal yang detail serta jelas datanglah nabi Muhammad dengan otoritaskan untuk menjelaskan serta memahamkan apa-apa yang tersurat dan tersirat dalam al-Qur'an.
Otoritas Nabi Muhammad dalam hal ini kemudian dikenal dengan al-Hadis.
Landasan hukum peradilan dalam Al-Qur'an dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut:
" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (Q.S. an-Nisa: 135)
Ayat di atas memberikan minimalnya tiga pedoman garis hukum dalam peradilan islam. Pertama, menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang yang beriman. Kedua, setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya. Ketiga, manusia dilarang mengikuti hawa nafsu serta menyelewengkan kebenaran.
Baca juga : Self Awareness dalam Pengamalan Ajaran Islam di Era Digital