Lihat ke Halaman Asli

Ngaji Pemikiran Bersama Dr. Adian Husaini: Membongkar Pertentangan Liberalisme dengan Islam

Diperbarui: 17 Januari 2019   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngaji Pemikiran Bersama Dr. Adian Husaini

Pada hari Rabu (16-01-2019), saya dianugerahi kesempatan oleh Allah SWT. menghadiri acara yang helat oleh pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata (Panaan-Palengaan-Pamekasan- Madura) dalam pagelaran Pekan Ngaji 4. Aacara tersebut dikemas dengan "Ngaji Pemikiran" yang bertema "Tantangan Liberalisasi dan Masa Depan Pendidikan Islam di Indonesia," yang dihadiri langsung oleh Dr. Adian Husaini sebagai pembicara.

Sebetulnya, semenjak saya tahu rangkaian acara yang tersiar melalui webset resmi pondok pesantren Maumbaul Ulum yang salah satunya Ngaji Pemikiran dengan pemateri Dr. Adian Husaini saya sudah bertekad hadir apapun kesibukannya. Pasalnya, saya sangat kagum dengan produk-produk pemikiran beliau semenjak 2008 lalu di era gencarnya pemikiran liberal bergentangan. Sehingga merupakan kesempatan emas bagi saya untuk menikmati pemikiran-pemikiran beliau melalui tutur kata langsung tentang persoalan liberalisasi.

Ada banyak hal yang beliau sampaikan pada kesempatan itu tentang tema diatas yang kemudian menjadi ilmu yang sangat berharga bagi saya. Mulai dari penegasan tentang makna dan sejarah liberal hingga ke pengaruhnya terhadap segala aspek kehidupan umat Islam. Namun berikut dapat saya simpulkan agar yang tidak ikut hadir juga bisa menikmati, disamping juga ingin menunaikan beban wajibnya transformasi ilmu bagi yang lain.

Pertama, kata liberal pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang yahudi sebagai reaksi terhadap kelakuan-kelakuan bejat para tokoh agamanya yang sudah memonopoli agamanya sedemikian rupa dalam membuat kebijakan-kebijakan sehingga mereka berkesimpulan agama harus dipisahkan dari kehidupan. Karena menurut mereka kebenaran sudah tidak lagi diukur dengan agama dan kitab suci. Satu-satunya ukuran untuk menilai kebenaran adalah rasio dan statmen masyrakat mayoritas.

Jadi, kata liberal merupakan istilah yang dimunculkan oleh orang-orang yahudi yang kemudian dipaksakan masuk pada agama-agama lain seperti nasrani dan bahkan islam sekalipun. Contohnya di Indonesia, Kita tahu ada jaringan yang mengatasnamakan dirinya sebagai islam liberal,padahal, istilah ini bagi penulis tidak kemudian langsung ditelan dengan penuh kenikmatan tanpa harus mendalami makna dan pengertiannya secara khusus bagi mereka orang-oranga yahudi. Karena sebuah istilah, memiliki terminologi khusus dalam suatu disiplin tertentu yang berbeda dengan etimologi yang masih bisa dipaksakan pada setiap hal yang semakna dengannya.

Kedua, hakikat liberal adalah ingin memisahkan tuhan dari kehidupan nyata dengan slogan khususnya yang dibangga-banggakan yaitu kebebasan dan rasionalitas. Akibatnya, agama harus ditilep dan ukuran kebenaran bukan lagi dari agama dan kitab suci sehingga muncullah istilah-istilah lain yang merupakan anak-beranak dari liberalisme semacam rasionalisme, pluralisme, skularisme, feminimesme, radikalisme dan isme-isme lannya yang sulit dicarikan padanannya dalam Islam.

Coba kita tilik hakikat makna islam itu sendiri, bukankah artinya adalah menyerah dan tunduk serta patuh kepada Tuhan. Artinya, seseorang yang memeluk Islam tidak bebas karena dibatasi dengan kepatuhan itu sendiri, sementara sebagaimana dijelaskan diatas semboyan dan tujuan liberal adalah kebebasan mutlak yang tidak bisa diganggu dugat. Jadi orang-orang yang mengatakan islam liberal secara logika bermasalah. Bagaimana tidak, sedang kata islam dan liberal tidak bisa disatukan alias gabungan kata yang antagonistik.

Ketiga, program-program yang menjadi target utama liberalisasi di Indonesia khusunya terfokus pada empat poin utama. Pertama, kometmen pada rasionalitas dan pembaharuan belaka. Segala sesuatu yang sudak tidak rasional dan tergolong klasik sudah gak layak dijadikan pegangan hidup Kedua,kontekstualisasi ijtihad secara radikal, sehingga aturan-aturan serta ajaran islam yang berawal dari timur tengah dikatakan sebagai produk arab yang tidak layak diterapkan di Indonesia Ketiga, pluralisme agama dengan harus mengatakan bahwa semua agama benar. Keempat, skularisme dengan target utamanya pemisahan agama dan negara serta menjadikannya sebagai urusan personal tidak boleh dibawa-bawa ke publik.

Dalam Islam keempat target diatas dengan pengertian yang diistilahkan oleh tokoh-tokoh penyembah liberal tidak ditemukan sejarahnya. Pengertian rasionalitas dan pembaharuan bukan berarti menghilangkan semuanya dan mengganti dengan yang baru yang seseuai dengan rasio. Kontekstualisasi ijtihad bukan urusan arabisme atau tidak tapi lebih mengacu pada illah (motif) tertentu dan yang terpenting tetap mengacu pada al-Qur'an sebagai kitab suci. Pluralisme bukan berarti harus mengakui semua agama benar. Bagi al-Qu'an tetap Islam agama satu-satunya yang benar yang lainnya tidak benar. Sekularisme dalam islam bukan berarti agama harus dipisahkan dari negara, publik dan politik. Islam tetap harus menjadi penuntun dalam setiap ruang dan gerak kehiduapan.

Keempat, pengaruh faham liberalisme sangat mencengangkan didunia pada umumnya dan di indonesia pada khususnya. Motif utama kehidupan hanya diukur dengan materi, sehingga kemajuan yang diagung-agungkan hanya terfokus pada kemajuan fisik, tehnologi dan kesejahteraan ekonomi belaka. Padahal kemajuan yang dimaksud dalam Islam adalah keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia. Perkawinan sesama jenis sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu sehingga harus dilegalkan dalam aturan kenegaraan. Persoalan gender dan persamaan antara laki-laki dan perempuan harus disinergikan kedalam ajaran islam yang sudah jelas-jelas tidak bisa disamakan dalam Islam.

Lebih parahnya lagi, lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis islam entah negeri seperti STAIN, IAIN, UIN atau perguruan tinggi swasta lainnya telah banyak mengkapanyekan faham-faham liberalisme dengan keempat program diatas. Terbukti, banyak kita temukan para masyarakat akademis dari lembaga pendidikkah tinggi diatas mulai dari mahasiswanya hingga ke profesornya seklipun telah kehilangan idenditas kemuslimannya dengan melahirkan tindakan-tindakan dan pemikiran-pemikran yang antagonis dengan ajaran islam yang sudah ribuan tahun menjadi penuntun kehidupan umat islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline