Lihat ke Halaman Asli

Sebagai Generasi Digital, Bolehkah Berjualan Online?

Diperbarui: 14 Januari 2019   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

salam sebagai pandangan hidup manusia tentunya tidak hanya terfokus pada hal-hal ibadah saja melainkan jual-beli yang pada hakikatnya bukan berbentuk ibadah murni juga menjadi perhatiannya. Pasalnya -sebagai mana yang dikatakan Ibn Khaldun- manusia tidak sendirian. Ia butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah jual-beli.

Maka dari itu, Jual-beli dalam islam bukan malah dilarang melainkan dihalalkan dan menjadi bagian dari pekerjaan terbaik sebagaimana firman Allah SWT. dan hadis Nabi Muhammad SAW. berikut:

"Allah SWT. Telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba" (al-Baqarah 275)
: :
"Suatu saat Nabi Muhammad  pernah ditanya: pekerjaan apa yang paling baik wahai Raulullah? Nabi memjawab: hasil keringatnya sendiri dan setiap jual beli yang baik."
Sementara faktanya jual beli tidak hanya dalam satu bentuk. Banyak cara orang melakukan transaksi jual beli khususnya di era sekarang yang terjuluki sebagai era digital. Salah satu dari sekian banyaknya cara itu adalah jual beli online yang lagi ramai sekarang. Lantas bagaimana hukumnya? Yu' kita eksplorasi dan analisa karya Abu Syuja' yang dikenal dengan matan Abi Syuja'.

Jual-beli dalam pandangan Abu Syuja' yang tertoreh dalam magnum opusnya terklasifikasi menjadi tiga bentuk utama.
Pertama, jual-beli sesuatu yang jelas barangnya dengan cara dapat dilihat secarang langsung. Jual-beli semacam ini menurut beliau jelas diperbolehkan. Karena prinsipnya ia menjadi bentuk ideal jual beli yang jelas digambarkan kehalalannya dalam dalil diatas.

Kedua, jual -beli sesuatu yang belum jelas barangnya karena pada saat transaksi komoditi belum ada dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, kriteria dan sifat barang ditentukan dengan jelas pada sat itu. Menurut pandaangan beliau jual beli semacam ini bisa sah jika sesuai kriteria, sebaliknya jika barang yang diorder ternyata tidak sesuai maka jual belinya tidak sah.

Ketiga, jual-beli barang yang tidak bisa dilihat pada saat transaksi dan juga tidak disertai penyebutan sifat dan kriteria. Jual beli yang ketiga ini tidak diperbolehkan menurut beliau. Karena didalamnya terdapat unsur penipuan dan penyelewengan sedangkan Nabi Muhammad SAW. Sangat melarang jual beli yang ada unsur penipuannya sebagaimana sabda berikut:

"Nabi Muhammad SAW. Melarang jual beli yang terdapat unsur penipuan didalamnya" (H.R Muslim 1513)
Dari klasifikasi diatas kita menemukan sebuah kesimpulan bahwa jual beli bentuk kedua -sekalipun beliau tidak secara langsung mengatakan jual beli onlie- merupakan bentuk legalitas yang memperbolehkan jual beli online selama kriteria dan sifat yang berbentuk foto, ukuran, dan hal lainnya yang menjadi penjelas sudah sesuai dengan permintaan.

Berbeda nantinya jika barang yang diorder tenyata melenceng dari kriteria yang disampaikan dan disepakati maka jual beli online semacam ini tidak diperbolehkan. Karena sudah jelas ada penyelewengan dan penipuan yang dilarang oleh Rasul dalam sabda diatas.

Selanjutnya, terkait dengan syarat-syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam barang yang hendak dijual, mulai dari adanya kemanfaatan, kesucian, dan kepemilikan beliau menyebutkan sebagaimana dibawah ini:

" menjual sesuatu yan suci, bermanfaat dan hak miliknya sah-sah saja, akan tetapi menjual barang najis dan tidak bermanfaat sama sekali tidak diperbolehkan"
Syarat-syarat diatas yang berhubungan dengan jenis barang yang hendak diperjual belikan juga berlaku untuk jual beli online yang lagi marak saat ini, sehingga jual beli kita sebagai pekerjaan terbaik menurut sabda Nabi diatas dapat terwujud secara nyata. Wallahu A'lam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline