Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Akib

Mahasiswa

Aksi Kebebasan Tanpa Kebablasan

Diperbarui: 25 Juni 2023   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

"Mari saling menghormati meski ditengah aksi kebebasan berekspresi"

Bagi seorang mahasiswa, kebebasan merupakan hal yang sudah di idam idamkan sedari masih mengenyam di bangku sekolah. Bagaimana tidak? Sekolah sering kali membelenggu siswa dengan aturan aturan yang mengikat. Meski pada kenyataanya peraturan itu disusun oleh pihak sekolah untuk kebaikan murid itu sendiri, namun terkadang murid menganggap itu sebuah pembatasan kebebasan. Misalnya harus memakai sepatu berwarna hitam, tidak boleh gondrong, bagi laki laki pakaian harus dimasukan, dll. 

Hal ini terkadang membuat murid merasa jengkel dan bahkan ada yang sampai melanggar peraturan demi membebaskan keinginan hati mereka. Berbeda cerita ketika sudah masuk dalam dunia kampus dan menjadi seorang mahasiswa, barulah mereka mampu untuk mengekspresikan kebebasan mereka seperti dengan berpakaian modis, berambut gondrong, dll atau bahkan berpaham dengan apa yang ia yakini.  

Sebenarnya seberapa bebas sih kita untuk berekspresi?

Ya, bebas banget dong. Namun tentunya harus sesuai dengan moral dan peraturan sekitar. Sebagai contoh kita sebagai seorang muslim. Apakah dengan tidak sholat, minum minuman keras atau bahkan berbicara seenaknya kepada lain golongan itu bisa dinamakan kebebasan berekspresi? Tentu tidak! 

Contoh lain ketika kita menjadi seorang mahasiswa. Apakah dengan mengatasnamakan kebebasan berekspresi kita mampu melakukan segala hal seperti dengan menyampaikan kritik dengan vandalisme, berorasi sampai mengganggu ketenangan sekitar, dan yang paling fatal adalah beraktifitas dikampus hingga melalaikan tugas utama yakni tugas kuliah.

Lalu bagaimana sih sebenarnya kebebasan itu?

Banyak sekali sudut pandang serta pendapat mengenai suatu kebebasan. Saya mengambil pengertian dan pemahaman yang cukup simpel di sampaikan oleh salah satu filsuf yang hidup dalam buku karya Ichiro Kishimi dan Fumitage Koga yakni Buku Berani Tidak Disukai. Banyak yang mengartikan kebebasan layaknya batu yang menggelinding. 

Maksudnya? Jadi, kebebasan layaknya batu yang menggelinding turun dan membiarkan dirinya mengikuti kecenderungan diri, hasrat atau impuls untuk menguasainya. Nah, sekarang apakah kita seperti itu? tentu tidak! Nyatanya, kebebasan yang seperti ini tidak lain hanyalah seperti menjalani kehidupan yang diperbudak oleh hasrat dan nafsu.

Lalu dimanakah letak kebebasan yang dimaksud itu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline