Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Adly Rizki Rangkuti

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum

Sulitnya Penyitaan Aset Kripto dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

Diperbarui: 11 Juni 2024   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut BAPEBTI transaksi kripto di indonesia diprediksi meningkat pada tahun 2024, Kepala biro pembinaan dan pengembangan perdagangan berjangka komoditas Bappebti mengatakan pihaknya memiliki target bahwa transaksi aset kripto akan kembali seperti tahun 2021, yaitu sebesar Rp 859,4 triliun. Berdasarkan data yang di dapat dari Bappebti spenajang tahun 2023, tercatat ada sekitar 18,51 juta investor aset kripto di Indonesia dan ada 501 aset kripto yang legal dan terdaftar.


Kabar ini merupakan hal yang baik bagi perputaran ekonomi di Indonesia dan juga membawa kabar buruk karena terbukanya celah baru bagi para pihak yang tidak bertanggungjawab, akibat dari perbuatan pencucian uang hasil tindak pidana yang mereka lakukan terhadap aset kripto. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap dalam periode tahun 2022-2024 ada sekitar Rp 800 miliar transaksi mencurigakan pada komoditas kripto, Kepala PPATK mengatakan aset kripto ketap digunakan sebagai untuk mengaburkan asal usul harta kekayaan pemiliknya. Hal ini dilakukan karena aset kripto yang bersifat anonim dan dapat melewati antar negara dengan mudah sehingga sulit dilacak. Bahkan Presiden Joko Widodo juga sampai memberikan statement terkait pemcucian uang melalui aset digital, Presiden Jokowi mengatakan bahwa penegak hukum tidak boleh tertinggal dalam hal teknologi karena nilai pencucian uang melalui aset digital sangat besar.


Aset kripto sulit untuk dilacak karena bersifat anonim dan sangat rentan hingga nilainya yang fluktuatif serta mudah berubah dan dipindahtangankan hingga antar negara, karena hal inilah penanganannya harus dilakukan dengan cepat dan tepat terutama dalam kasus TPPU. Minimnya pengaturan terkait aset kripto serta pengatahuan aparat penegak hukum tentang aset kripto serta penanganannya. Menurut Kepala PPATK pelacakan sumber dan tujuan dana aliran kripto sulitndilakukan karena wallet address yang tidak terdaftar dalam legal exchanger.


Proses penyitaan aset kripto jika terbukti bahwa transaksi kripto tersebut menggunakan uang dari hasil tindak pidana. Kejaksaan Republik Indonesia memiliki terobosan baru dalam melawan TPPU menggunakan aset kripto yaitu dengan mengeluarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 tentang penanganan Aset Kripto sebagai barang bukti dalam perkara pidana, hal ini dilakukan senagai antisipasi perkembangan aset kripto sebagai barang bukti dalam tindak pidana. Sebenarnya pemerintah memiliki kewenangan untuk membukan aset kripto hanya saja itu sulit dilakukan jika alamat aset kripto tersebuat berada diluar negeri.


Namun hal ini tidak cukup karena pada praktiknya masih terdapat beberapa kendala dalam penitaan aset kripto yang terbukti merupakan hasil tindak pidana karena nilai kripto yang fluktuatif dan letak aset kripto yang bisa saja terdapat diluar negeri. Hal ini menjadi yang menjadi pekerjaan bagi para penegak hukum dan pihak yang berwenang dalam pengawasan aset kripto karena banyaknya pihak yang terlibat dalam proses pembekuan aset kripto membuat hal ini menjadi hal yang harus diperhatikan lebih mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline