Lihat ke Halaman Asli

Mohammad ReyhanAbyan

mahasiswa universitas

Harun Ar-Rasyid Khalifah, Sang Diplomat Ulung pada Masa Dinasti Abbasiyah

Diperbarui: 3 November 2019   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Harun -Ar-Rasyid merupakan keturunan Al-Mahdi sekaligus penerus dari Khalifah yaitu saudaranya Al-Hadi, lahir pada bulan Februari, 763 M di Rayya. Ibunya sendiri merupakan mantan hamba sahaya yang dibebaskan oleh Khalifah Al-Mahdi dari Yaman bernama Khaizuran dan kemudian menikah dengan sang Khalifah. Di usianya yang masih muda, Harun Ar-Rasyid sudah mendapatkan kepercayaan Ayahnya untuk turut berkecimpung dalam pemerintahan. Selama masa kepemimpinan Al-Mahdi, ia dipercayakan untuk memimpin ekspedisi Militer untuk membebaskan Byzantium. Sebelum menjadi ia juag dipercaya untuk menjadi Gubernur di wilayah As-Saifah dan Al-Magribi pada periode kedua.

Masa kepemimpinannya merupakan puncak keemasan Dinasti Abbasiyah, hal tersebut dapat ditandai dengan kesejahteraan dan kemakmuran yang terbagi secara adil dan merata. Beberapa bidang mulai dari sektor pertanian, perdagangan serta aspek ekonomi mengalami kemajuan. Pada masanya pun Baghdad ibukota Abbasiyah menjadi pusat keilmuan yang didatangi oleh seluruh para pengelana penjuru Dunia. Banyak kitab-kitab maupun Ilmua yang dterjemahkan dan dikembangkan untuk dikaji pada masa kekhalifahan Harun -Ar-Rasyid

Dalam hubungan luar negeri pun demikian, Khalifah telah menjalin hubungan diplomastik dengan beberapa Negara Timur maupun Barat. Salah satunya adalah Kaisar Perancis yaitu Charlemagne, kedua belah pihak bahkan sampai bertukar hadiah. Hadiah dari Perancis adalah kunci Baitul Maqdis sedangkan sang Khlifah menghadiahi jam air yang bisa bergerak.

Pernah suatu ketika terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan dengan kekaisaran Romawi yang kala itu dipimpin Raja Nafqur atau Nicephorus. Berbeda dengan pemimpin Romawi sebelumnya yaitu Ratu  Irene yang mengakui kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan bersedia membayar Jizyah. Raja penggantinya tersebut mendeklarasikan pemberontakan dan meminta kembali Jizyah yang sudah diberikan.

Pernah suatu ketika terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan dengan kekaisaran Romawi yang kala itu dipimpin Raja Nafqur atau Nicephorus. Berbeda dengan pemimpin Romawi sebelumnya yaitu Ratu  Irene yang mengakui kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan bersedia membayar Jizyah. Raja penggantinya tersebut mendeklarasikan pemberontakan dan meminta kembali Jizyah yang sudah diberikan.

Raja Romawi tersebut bahkan mengirim surat berisi ancaman perang dengan kata-kata yang kasar didalamnya. Seketika membaca surat tersebut sang Khalifah marah besar dan membalas surat yang dimana dalam surat tersebut Raja Nafqur disebut sebagai anjing Romawi. Pada akhirnya karena hubungan diplomatik yang kacau, perang pun tidak terhidarkan,. Khalifah Harun Ar-Rasyid pun mengerahkan bala tentaranya untuk mengepung kota Romawi dan berhasil menaklukan kembali kota tersebut. Raja Romawi Nicephorus yang mengalami kekalahan meminta belas kasihan akibat dari tindakan arogansiya kepada sanga Khalifah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline