Lihat ke Halaman Asli

Billi Ridky

Movie Enthusiast. Writer.

Review "Story of Kale"

Diperbarui: 28 Oktober 2020   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Spoiler alert! (Without context).


Bagi yang belum menonton filmnya. Harap tidak membaca. Jika tetap membaca, resiko ditanggung sendiri.


Film yang bisa ditonton di bioskoponline (legal streaming service) ini sangat bagus. Meskipun tidak ditayangkan di bioskop namun kualitasnya tetap tidak hilang. Ketika menonton, seakan kita menonton di layar lebar.

Film dengan dengan durasi 77 menit yang berfokus pada tokoh kale dan dinda ini sangat intim dan bagus dalam pembawaan.
Dengan alur maju mundur. Kita tidak dibuat pusing dengan menontonnya.

Bila diringkas, ada 3 fase kita menikmati film ini.

Merasakan jatuh hati. Menikmati hati. Dan terpatahkan oleh hati itu sendiri.

Merasakan jatuh hati.

Sebagai pria yang menonton film ini. Melihat tokoh kale berada di momen yang pas ketika dinda sedang 'sakit' dapat menggiring kita ikut jatuh hati pada tokoh Dinda. Rasa-rasanya, karakter Dinda sangat pas membuat siapapun pria yang berada di posisi kale untuk tidak bisa tidak jatuh hati. Terlebih saat melihat momen Dinda yang diperlakukan kasar oleh pasangannya, belum lagi ditambah dengan perjalanan musik yang ada.

Menikmati hati.

(Lagi) Sebagai pria yang menonton film ini.
Melihat usaha kale yang direspon oleh dinda ikut membuat kita larut dalam fase menikmati hati. Ditambah dengan bumbu musik lagu2 ciptaan kale dan dinda di filmnya, romansa kebersamaan mereka dan saling merasa antar mereka membuat kita hanyut dalam fase menikmati hati.

Terpatahkan oleh hati itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline