[caption id="attachment_142359" align="alignleft" width="300" caption="Lapar (Sumber: www.google.co.id)"][/caption] Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan 6,5 persen hingga triwulan III-2011. Sayangnya, pertumbuhan ini tidak sejalan dengan kualitas hidup manusia yang berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia 2011 dari PBB telah merosot dari peringkat ke-108 menjadi ke-124. Menurut Hendri, kondisi ini menunjukkan bahwa strategi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 66 tahun tidak tepat dan tidak mampu memberikan kesejahteraan lebih tinggi bagi masyarakat (Kompas.com, Strategi Ekonomi Indonesia Tak Beri Kesejahteraan). Mengapa pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen tak memberi kesejahteraan lebih tinggi kepada rakyat?
Kekeliruan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam system ekonomi konvensional yakni ekonomi Kapitalisme, Barang (goods) adalah alat pemuas yang boleh di indera dan dirasa seperti roti, nasi dan sebagainya, sedangkan jasa (service) adalah alat pemuas kebutuhan yang boleh dirasa tetapi tidak boleh di indera, seperti jasa guru, penyelia, pakar dan sebagainya. Barang dan jasa secara relatif bersifat terbatas. Masalahnya apakah keterbatasan barang dan jasa tersebut benar-benar menjadi masalah ekonomi karena tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia?
Dalam konteks ini, kebutuhan manusia perlu diklasifikasikan kepada kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan sekunder (secondary needs). Kebutuhan dasar manusia sebagai manusia adalah terbatas, yaitu kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat tinggal, sedangkan kebutuhan sekundernya memang tidak terbatas. Artinya, jika barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia sebagai manusia itu adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal, maka barang dan jasa yang diperlukan pasti mencukupi. Akan tetapi, ia tidak mencukupi ketika kebutuhan tersebut dipenuhi dengan kualitas makanan, pakaian dan tempat tinggal menurut taraf tertentu.
Dari uraian di atas, tampak kesalahan Kapitalisme dalam melihat permasalahan ekonomi tersebut terjadi karena dua bentuk kebutuhan dengan sifat barang dan jasa yang berbeda itu tidak dipisahkan.
Kesimpulan kepada penggabungan pembahasan tentang pemuasan kebutuhan tersebut dengan alat pemuasnya, serta kesimpulan pandangan para ahli ekonomi kapitalis terbatas alat-alat pemuas dengan pandangan yang terbatas sebagai pemuas kebutuhan semata-mata, tidak dengan pandangan lain, telah menyebabkan pandangan para ahli ekonomi tersebut dibangun berasaskan kepada kecenderungan untuk menambah kekayaan lebih daripada memenuhi kebutuhan masyarakat yang dianggap sebagai perkara sampingan.
Pemikiran menambah kekayaan di atas sesuai dengan pemikiran kapitalisme yang dibangun dari etimologi capital yang berasal dari kata latin, yakni caput yang berarti kepala. Dan capital memiliki arti modal karena konon kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia miliki. Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya kepala (http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/10/27/ada-apa-dengan-kapitalisme). Sehingga semboyan Kapitalisme “berproduksi untuk dapat berproduksi lebih besar (to produce, to produce and to produce) “.
Akhirnya, pembahasan tentang peningkatan PDB menjadi pembahasan terpenting, dengan anggapan bahwa permasalahan ekonomi negara dapat diselesaikan dengan tingkat PDB negara yang tinggi atau pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dan secara tidak langsung mereka mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemiskinan dapat diselesaikan dan kesejahteraan rakyat akan tercapai.
Dengan demikian, dalam sistem ekonomi Kapitalis objek utamanya adalah tercapainya pemenuhan kebutuhan secara kolektif (bukan pemenuhuan kebutuhan individu), dengan bertambahnya PDB dan pendapatan negara. Dengan cara tersebut, mereka mengatakan pendistribusian pendapatan akan dapat dilakukan dengan memastikan kebebasan pemilikan dan kebebasan bekerja kepada anggota masyarakat. Anggota masyarakat dibiarkan sebebas-bebasnya untuk meraih kekayaan apa saja yang mampu mereka peroleh, sesuai dengan faktor pengeluaran masing-masing tanpa diperhatikan apakah pemenuhan tersebut dapat dipenuhi untuk seluruh anggota masyarakat, atau terjadi pada sebagian orang saja sedangkan yang lain tidak.
Berdasarkan uraian di atas, paradigma mendahulukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu gagal dalam mensejahterakan rakyat. Sudah selayaknya, pemerintah memiliki strategi lain dalam mensejahterakan rakyatnya, yakni dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu, secara otomatis pertumbuhan ekonomi akantinggi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI