Lihat ke Halaman Asli

Lupi

Mahasiswa

Tetesan Air Dibawah Langit Kelabu

Diperbarui: 16 Desember 2024   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Nama: Lupi
NIM: 24110121
Kelas: HKI D 1
Judul: Tetesan Air Dibawah Langit Kelabu

Langit kelabu membentang luas, seolah menyimpan rahasia yang tak pernah bisa diungkapkan. Angin dingin berhembus perlahan, menyusup ke sela-sela kulit dan membawa aroma khas tanah yang kering menunggu disentuh air. Suasana hening, hanya terdengar suara dedaunan yang saling bergesekan, seperti berbisik bahwa hujan segera datang. Langit menggantung berat, seolah mempersiapkan hadiah yang akan ia berikan pada bumi.
Tetesan air pertama jatuh dengan lembut, menyapa tanah yang mulai lembap. Ia meluncur di permukaan daun, meninggalkan jejak transparan yang berkilau dalam keabu-abuan langit. Lalu, semakin banyak tetesan yang menyusul, seperti orkestra alam yang tak membutuhkan arahan. Suara rintik-rintik hujan memenuhi udara, menenangkan jiwa yang resah dan menghidupkan kenangan yang terlupakan.
Di bawah langit kelabu, dunia terlihat berbeda. Jalan-jalan yang biasanya dipadati kendaraan kini lengang, dihiasi bayangan genangan air yang memantulkan gedung-gedung di sekitarnya. Pohon-pohon tampak hidup, dedaunan mereka bergoyang seolah menari dalam irama hujan. Manusia yang biasanya sibuk berlalu lalang kini berlindung di balik payung warna-warni, berjalan tergesa-gesa sambil mendengar gemuruh hujan di atas kepala mereka.
Namun, bagi sebagian orang, hujan bukan hanya air yang jatuh dari langit. Hujan membawa pesan, mengingatkan kita akan siklus alam yang tak pernah berhenti. Tetesan hujan adalah bentuk kasih sayang langit kepada bumi, menyirami tanaman yang haus, menyegarkan udara yang pengap, dan memberi kehidupan baru bagi makhluk yang tinggal di bawahnya.
Hujan juga sering menjadi pelipur lara. Suara tetesannya seperti bisikan yang menenangkan, mengajak kita merenung dan beristirahat dari hiruk-pikuk kehidupan. Dalam hujan, ada keheningan yang istimewa, ruang untuk merasa, berpikir, dan mengingat. Banyak kenangan yang kembali muncul saat hujan turun---kenangan masa kecil bermain genangan air, senyum teman lama yang terlupakan, atau sekadar rasa damai yang jarang kita temukan dalam kesibukan sehari-hari.
Di bawah langit kelabu, waktu seakan melambat. Tidak ada desakan untuk bergerak cepat, tidak ada tuntutan untuk melawan arus. Hujan menciptakan momen jeda, waktu untuk menyadari keindahan dalam hal-hal kecil. Tetesan air yang perlahan jatuh ke kaca jendela, membentuk pola acak yang memantulkan lampu-lampu jalan, adalah seni alam yang sederhana namun memukau.
Ketika hujan mulai reda, langit kelabu perlahan memudar. Warna biru kembali muncul di sela-sela awan, dan sinar matahari yang hangat menyapa dunia yang basah.
Genangan air di jalanan memantulkan cahaya, menciptakan pelangi kecil yang menghiasi bumi. Aroma tanah basah yang khas masih terasa, menjadi pengingat bahwa hujan telah menghidupkan kembali yang mati dan menenangkan yang gelisah.
Hujan bukan sekadar fenomena cuaca. Ia adalah cerita, harmoni, dan puisi yang dituliskan oleh alam. Tetesan air di bawah langit kelabu mengajarkan kita untuk menghargai setiap momen, menemukan keindahan dalam keheningan, dan menyadari bahwa di balik awan gelap, selalu ada berkah yang diturunkan dari langit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline