PENDAHULUAN
Sebagai negara yang kepulauan yang luas, Indonesia memiliki potensi dari keindahan alam yang bertebaran di seluruh pulau-pulau. Melihat hal ini, tentunya Indonesia memiliki ambisi besar dalam mengelola keberlanjutan dari kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Terutama pada ekowisata yang merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga kita. Dimana, diketahui indonesia telah menjadi rumah bagi para wisatawan di kanca internasional. Sebut saja, Taman Nasional Komodo, NTT, Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Taman Nasional Bunaken di Sulawesi Utara dan masih banyak lagi. Tentunya hal ini menjadikan Indonesia mengalami peningkatan devisa yang diperoleh dari tempat-tempat kunjungan bagi wisatawan. Setelah ditinjau bahwa, Ekowisata diandalkan dan lebih populer dan banyak dimanfaatkan jika dibanding dengan terjemahnya yakni istilah ecotourism adalah ekoturisme namun terjemahan seharusnya dari ecotourism yaitu wisata ekologis (Mulyadi, Edi & Fitriani, 2010).
Dilihat dari peningkatan di era pembangunan dari beragam sarana dan fasilitas di Indonesia dengan secara tidak langsung mendatangkan jenjang kenaikan kebutuhan pada daerah yang terbuka dan meningkat. Terutama pada lahan kawasan hutan, pantai, pergunungan menjadi ancaman garda terdepan yang diprediksi akan mengalami rawan kerusakan. Ekowisata memang menjadi jasa lingkungan tempat atau alokasi dari sumberdaya berpotensi memberikan manfaat serta hal kepuasan bagi seseorang yang berkunjung. Namun, kecenderungan yang muncul berhasil di manfaatkan oleh pendatang dari dan melakukan kegiatan. Daerah atau sebuah kawasan ekowisata yang berada dan dikembangkan dengan konsep paham lingkungan tentunya dapat mewujudkan kawasan yang berkelanjutan, tidak membawa kerusakan pada kawasan lingkungan serta dapat memberikan jaminan yang layak bagi penduduk yang bermukim di sekitarnya. Hal ini ditegaskan pula bahwa prinsip dasar pariwisata berkelanjutan merujuk pada Renstra Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Tahun 2012- 2024 yakni melakukan kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal disusulkan dengan tetap mempertahankan dan merawat ekologi, meghormati keaslian budaya serta dapat dijamin keberlanjutan untuk jangka waktu panjang (Insani et al., n.d.). Tidak hanya pada pihak pengelola lahan konservasi melainkan dari para pengunjung tetap menjaga kelestarian.
ISU
Adanya perubahan tata guna lahan serta melibatkan adanya sumber daya alam digunakan secara berlebihan alias tidak memberikan sisa ruang terutama pada kawasan atau lahan yang dijadikan fokus ekowisata. Hal ini akan berpengaruh pada pemukiman penduduk setempat yang dimana akan adanya terjadi gap maupun tumpang tindih antara lahan pemukiman dan lahan dijadikan tempat ekowisata. Tidak sedikit lahan atau kawasan di Indonesia yang menjadi tempat ekowisata telah mengalami krisis lahan yang menipis dan berdampak pada kualitas pada destinasi kawasan tersebut.
Sedangkan dampak lingkungan yang dialami oleh ekowisata mayoritas meliputi seperti isu tumpang tindih lahan, sampah dan limbah, alih fungsi lahan pertanian, gangguan pencemaran pada pola sistem perairan, abrasi di pantai, kawasan yang suci dan isu pada tempat-tempat yang berada di daerah sempadan atau batas pantai. Hal ini tentunya menjadi cacatan bagi pemerintah dalam menangani isu diatas. Meskipun telah adanya perundang-undangan yang telah diekeluarkan oleh pemerintah terkait penanganan sustainablelity tourism di Indonesia. Ketimbang isu yang terjadi mengakibatkan banyak pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan adanya hal tersebut. Dengan didukung adanya ketentuan umum pada Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 pasal 1 ayat 7 dijelaskan bahwa kelestarian Lingkungan adalah keadaan untuk mempertahankan kondisi lingkungan agar terhindar dari kerusakan dan penurunan kualitas melalui pemanfaatan secara bijaksana serta menjamin kesinambungan persediaan sumber daya alam dan lingkungan di masa yang akan datang (Kemenparekraf, 2020). Tindakan adanya peraturan telah merubah perspektif dari strategi pengembangan ekowisata, dimana yang dulunya hanya sekadar memanfaat sumber daya alam. Kini, menaruh perhatian besar terhadap cinta lingkungan dan menjaga kelestariannya. Meskipun ini belum merata di seluruh Indonesia namun hal ini sudah bisa membuka mata masyarakat terkait penerapan keberlanjutan ekowisata di Indonesia.
Sejauh ini, isu terbesar yang disoroti ramai terjadi pada ekowisata di Indonesia terkait masalah sampah. Pencemaran yang telah terjadi kawasan ekowisata mengakibatkan implementasi dari pihak ekowisata belum bisa menangani dengan maksimal dengan adanya resiko tampungan sampah yang begitu banyak. Diketahui bahwa semua pariwisata berfokus pada sustainable tourism, begitu juga dengan ekowisata harus lebih menitik beratkan konservasi ekologi. Atraksi ekowisata yang baik haruslah memenuhi ketiga aspek utama ekowisata, yaitu konservasi atau perlindungan lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, serta pendidikan dan pelayanan kepada wisatawan (Nikodimus et al., 2020). Demikian juga pada masalah sampah yang dialami ekowisata di Indonesia ini tentunya membutuhkan solusi maupun penerapan yang dapat meminimallisir kondisi sampah yang terjadi di tempat-tempat ekowisata. Pada awalnya ekowisata diprioritaskan pada wisatawan ke objek wisata berbasis alam dengan etika ramah lingkungan namun akibat kurangnya perhatian dan rasa inisiatif terhadap lingkungan sekitar mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas pada tempat ekowisata itu sendiri (Adharani et al., 2020). Maka dari itu, penerapan eco-friendly ekowisata sangat yang tidak hanya pada pihak pengelola ekowisata melainkan pada wisatawan. Hal ini akan menimbulkan dampak positif bagi ekowisata Indonesia di masa akan datang.
STUDI KASUS
- Hutan Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan, Kalimantan Timur
Sebagai studi kasus yang telah terjadi di Balikpapan, Kalimantan Timur sempat menjadi isu pada hutan mangrove di kawasan sungai Wain Balikpapan. Dimana, permasalahannya yakni dipengaruhi dari tekanan habitat mangrove yang berasal dari keinganan manusia untuk mengkonversi areal dari hutan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri, pergudangan dan acara atau kegiatan komersial (Mulyadi et al., 2010). Dengan situasi ini semacam ini akan mengakibatkan habitat asli serta fungsi akan menjadi pudar bahkan akan menghilang sembari juga akan berdampak pada kurangnya ruang kawasan kehijauan yang lebih didominasi oleh yang tergantikan.
Maka dari itu, tindakan dari isu seperti ini akan mengakibatkan banyak hambatan pada keberlanjutan pariwisata di Indonesia. Peran tanpa adanya aksi yang menimbulkan solusi akan mengakibatkan banyak konflik salah satunya yaitu pemanfaatan fasilitas yang dikelola dengan jenis yang sama akan mengurangi peningkatan kesejahteraan sistem perekonomian alias pasti adanya dapat dirugikan. Disamping itu, ekowisata yang telah berazaskan pada konservasi merupakan sebuah pegangan serta prinsip penting dalam visi terbentuknya ekowisata, ditambahkan juga dengana adanya upaya pemberdayaan ekonomi pada masyarakat menjadi landasan pengembangan untuk tetap sejalur dengan misi ekowisata (Maulana, 2016).
- Taman Nasional Komodo, Desa Komodo, Nusa Tenggara Timur
Kekayaan dan potensi di Indonesia bagian Timur memiliki ciri khas dan keindahan yang sangat memanjakan mata. Terutama pada Taman Nasional Komodo yakni merupakan salah satu lokasi atau kawasan terlindungi oleh negara. Pengembangan daya tarik wisata di Pulau Komodo belum terdampak meluas akibat pemberdayaan sadar wisata dari masyarkat daerah setempat, terutama pada isu kurangnya inisiatif dan kesadaran dari masyarakat terhadap konservasi sehingga menggantungkan hidupnya hanya pada hasil sumber daya alam, kayu hutan, bahan baku, cendramata serta pembuangan sampah yang tidak terkontrol di kawasan Taman Nasional Komodo (Putra & Parno, 2018). Hal ini tertentunya menghambat pola ekosistem dan kegiatan di Taman Nasional Komodo. Sehingga aktivitas menjadi terganggu dan menjadi kurang nyaman bagi wisatawan yang berkunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Adharani, Y., Zamil, Y. S., Astriani, N., & Afifah, S. S. (2020). Penerapan Konsep Ekowisata Di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut Dalam Rangka Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 179. https://doi.org/10.24198/jppm.v7i1.25235
Insani, N., A'rachman, F. R., Sanjiwani, P. K., Frisco, & Imanuddin. (n.d.). STUDI KESESUAIAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN EKOWISATA PANTAI UNGAPAN, KABUPATEN MALANG UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Urnal Teori Dan Praksis Pembelajaran IPS Volume 4, 10, 2.
Kemenparekraf. (2020). Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif tentang Standar Dan Sertifikasi Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan Sektor Pariwisata Dalam Masa Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019. Menteri Pariwisata Da Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Indonesia, 1--117. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/169208/permenpar-no-13-tahun-2020
Maulana, Y. (2016). USULAN PENGEMBANGAN EKOWISATA JAYAGIRI BERBASIS MASYARAKAT LOKAL. Jurnal Hospitality Dan Pariwisata, 26, 8.
Mulyadi, Edi, O. H., & Fitriani, N. (2010). KONSERVASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus, 9, 3.
Mulyadi, E., Hendriyanto, O., & Fitriani, N. (2010). KONSERVASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA. Urnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus, 9, 6.
Nikodimus, Apriani, G., & Atong, P. (2020). Peran Pemerintah Desa dalam Pengembangan Ekowisata Danau Jemelak. Jurnal Societas, 9(1), 67--75.
Putra, P. S. E., & Parno, R. (2018). Stategi Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Komodo Di Desa Komodo Nusa Tenggara Timur. Prosiding Sintesa, November, 547--566. file:///Users/macbook/Desktop/STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISAT TAMAN NASIONAL KOMODO DI DESA KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H