Lihat ke Halaman Asli

mohamad bajuri

Seorang guru bloger

Mengenang Masa Kecil Saat Ramadan Era 80-an

Diperbarui: 2 April 2023   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Salam sejahtera dan bahagia selalu para pembaca budiman. Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amiin. 

Kali ini Aku akan bercerita tentang pengalaman Ramadan saat masih kecil.

Untuk memaparkan cerita ini aku harus berjalan mundur sejauh empat puluh tahunan. Yah masa-masa sekitar itu atau lebih tepatnya era 80-an. Berarti aku sudah tua dong he hehe. Empat tahun yang lalu.

Waktu itu aku hanya tinggal bersama Simbokku. Ayahku sudah meninggal saat umurku baru lima tahun. Sementara kakakku yang jumlahnya ada lima orang tidak tinggal bersama kami.  Dua kakak perempuanku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Kakak perempuanku yang satunya bekerja sebagai pembantu di kota Malang. Sementara dua kakak laki-lakiku tinggal di Pesantren.

Aku tinggal di kampung yang belum ada listrik. Penerangan malam hari di rumah menggunakan lampu teplok, dian atau sentir. Jadi suasana kampungku masih gelap. Kalau mau pergi ke luar rumah saat malam hari menggunakan seikat daun kelapa kering yang di bakar. Hanya beberapa orang saja yang memiliki lampu senter.

Ada kenangan manis saat menjelang berbuka puasa pada masa kanak-kanak. Saat berbuka adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu oleh aku yang masih status anak-anak waktu itu. Biasanya anak-anak seusiaku akan mencari sesuatu yang bisa dimakan saat berbuka. 

Kami berkelompok berkelana ke pinggir sungai untuk menemukan buah-buahan yang bisa dipetik . Buah-buahan itu nantinya akan dijadikan takjil pada nanti saat berbuka. Dari hasil berburu buah kami biasanya menemukan buah karsen, jambu telampok dan jambu biji. Kadang kami juga mengambil jeruk yang jatuh dari pohon di sawah milik orang. 

Tidak setiap hari kami bisa mendapatkan buah-buahan itu. Karena pohon buah itu terbatas jumlahnya sementara kami berjumlah banyak. Jadi kami tidak makan buah. Persediaan di alam tidak sebanding dengan kebutuhan.

Kalau saat ini sepertinya tidak ada anak-anak yang pergi ke sawah atau ke pinggir kali hanya untuk bisa makan buah-buahan. Mestinya orang tua yang melarangnya dan  mereka sudah membelikan buah-buahan untuk dimakan. 

Kenangan berikutnya saat Ramadan tiba adalah membuat mercon. Anak-anak sesaat sebelum Ramadan tiba sudah membuat mercon untuk menyambut Ramadan. Mereka berpikir tidak ada mercon, Ramadan tidak ramai. Berbagai macam jenis mercon kami buat. Mercon dari kertas, bambu dan tanah liat.

Mercon kertas kami buat dari buku bekas yang digunting lalu digulung hingga berbentuk silinder. Diameter tempat obat disesuaikan dengan keinginan. Ada yang berukuran kecil, sedang , dan besar .  Mercon berukuran kecil sebesar jempol tangan, berukuran sedang sebesar jempol kaki orang dewasa. Mercon ukuran besar kurang lebih sebesar  kaleng susu bendera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline