Lihat ke Halaman Asli

mohamad bajuri

Seorang guru bloger

Calon Eyang, Bagaikan Bermain Layangan

Diperbarui: 10 Juni 2022   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Beberapa hari yang lalu penulis (Calon Eyang) telah menikahkan anak putri kandung  dengan lelaki ganteng pilihannya. Acara pernikahan dari awal persiapan, pelaksanaan semua berjalan dengan lancar. Tamu yang datang sesuai dengan prediksi. Jamuan makan tidak mengalami kekurangan stok. Semua berjalan wajar dan lancar. Alhamdulillah rasa syukur kupanjatkan pada Tuhan atas anugerah yang sangat indah ini.

Dua hari setelah hari H pengantin baru melakukan kegiatan nepung dulur(menjalin silaturrahmi). Aku ikut mengawal mereka berdua dalam acara ini. 

Nepung dulur dilakukan untuk menjalin paseduluran dan jalinan silaturrahmi dengan keluarga  pengantin putri. Di antara mereka akan saling kenal-mengenal dengan baik. Harapannya setelah terjalin hubungan yang baik akan timbul kasih sayang dan pengertian di antara mereka. 

Setelah acara nepung dulur dengan semua sanak keluarga dilanjutkan dengan sowan-sowan (bertamu). Acara sowan-sowan lebih tepatnya diartikan bertamu kepada orang yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat setempat. Berkunjung ke rumah tokoh setempat seperti pak Kyai, pak Kaji, ataupun sesepuh di daerah setempat. 

Sesepuh yang berada dekat dengan rumah kami hanya dua orang Kyai yang sudah cukup berumur. Beliau memangku mushala dan menjadi Imam di masjid jami' di desa kami. Kami warga kampung sangat ta'dzim kepada beliau berdua. Hampir selalu setiap diadakan acara selamatan (kirim doa) beliau berdua diundang.

Beliau berdua menyambut hangat kedatangan kami. Panjatan doa dan harapan baik khusus untuk pengantin baru dan keluarga. Nampak gupuh saat beliau menerima kami. Wejangan-wejangan luhur beliau sampaikan untuk kebaikan hidup berumah tangga.

Beliau berwejang kepadaku (Calon Eyang) tentang bagaimana menjadi orang tua (sepuh). Dengan sudah terjalinnya ikatan pernikahan anak, maka status orang tua sudah berubah menjadi "wes dadi wong tua temenan" (menjadi orang tua yang sesunguhnya).

Ketika sudah menjadi orang tua yang sesungguhnya maka tugas dan tanggung jawab melekat di situ. Tugas kewajiban mendidik dan mengajar anak berpindah kepada suami. Orang tua sudah lepas dari kewajiban itu. Namun orang tua masih memiliki tugas ngawat-ngawati (memantau).

Dokpri

Menurut Embah Nur Muhamad sesepuh di desaku mengatakan bahwa orang tua tinggal berperan seperti orang bermain layangan. Layangan diumpamakan dengan pasangan pengantin baru dalam menempuh biduk rumah tangga. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline