Lihat ke Halaman Asli

π™”π™–π™’π™žπ™£ π™ˆπ™€π™π™–π™’π™–π™™

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Karnaval Budaya dan Momentum Berjalan Kaki Massal

Diperbarui: 3 September 2024 Β  18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Dinas Dikbud Kab. Lombok Timur di atas jaran praja (Dokumen pribadi)

Hidup ini makin terasa tergesa-gesa saja. Kita seakan dikejar sesuatu dari belakang. Atau ada semacam objek yang begitu jauh di depan mata yang membuat kita harus berlari secepat mungkin agar dapat menggapainya. Sayangnya kecepatan kita yang terbatas membuat kita memilih berkendara daripada berlari atau berjalan. Dengan bantuan putaran mesin, kita seakan ingin melesat dengan kecepatan paling maksimal di atas punggung jalan. Seiring perkembangan gaya hidup kebiasaan berjalan kaki berubah menjadi kebiasaan berkendara.

Karnaval Budaya

Tabuh alat musik gendang beleq terdengar menggema dari tengah terminal. Sekelompok pemain gendang beleq dengan penuh semangat memainkan alat musik masing-masing. Mereka seolah tidak merasakan terpaan panas matahari yang menjerang kulit siang itu.

Permainan musik gendang beleq tersebut merupakan bagian dari kegiatan karnaval sebagai bagian dari peringatan memeriahkan HUT RI ke 79 tahun 2024.Β 

Gendang beleq dikenal sebagai seni musik tradisional masyarakat Sasak paling populer. Disebut gendang beleq (gendang besar: Sasak) karena alat musik paling menonjol berupa gendang berukuran besar. Penabuh gendang biasanya berada di posisi paling depan dalam barisan pemain pengusung berbagai alat musik pendukung gendang beleq. Alat musik itu berupa cemprang, rincik, petuk (gong berukuran kecil), gong, dan seruling.

Di depan gendang beleqΒ ada pengusung sepasang jaran praja menari mengikuti alunan musik penuh semangat dari para penabuh. Setiap jaran praja diusung empat laki-laki dengan pakaian tradisional Sasak. Dengan beban jaran di pundaknya, pengusung atau pemikul itu melangkah pelan tetapi penuh energi seolah tidak ada beban di pundaknya.

Di atas punggung salah satu jaran praja tampak duduk menunggang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur sambil tersenyum dan melambaikan tangan kepada orang-orang di sekelilingnya. Di atas punggung jaran lainnya seorang perempuan juga duduk sambil memegang leher jaran. Kedua penunggang bergerak melenggok dan mengangguk mengikuti gerakan penari pengusung jaran. Kedua penunggang jaran itu mengenakan pakaian adat Sasak.Β 

Jaran praja merupakan kuda-kudaan yang terbuat dari kayu. Jaran ini dikenal sebagai salah satu instrumen dalam kegiatan adat dan budaya masyarakat Sasak. Dulu jaran praja digunakan untuk mengusung sepasang pengantin yang sedang nyongkolan.Β 

Tradisi nyongkolan merupakan salah satu ritual perkawinan dalam masyarakat Sasak untuk mengarak pasangan pengantin dari rumah mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan. Nyongkolan, dalam istilah lain disebut nyombe, merupakan kunjungan pertama pasangan pengantin ke rumah orang tua dan keluarga pihak perempuan setelah menjalani beberapa proses pernikahan. Nyongkolan pada dasarnya bertujuan untuk menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa si A dan si B telah resmi menjadi pasangan suami istri yang sah.

Di samping untuk mengarak pengantin, jaran praja juga digunakan untuk mengarak anak-anak yang akan disunat atau dikhitan. Sebelum disunat anak-anak itu diarak keliling kampung untuk menyenangkan hatinya agar tidak takut menghadapi pisau sunat. Arak-arakan itu biasanya diiringi musik tradisional Sasak gendang beleq.

Saat ini penggunaan jaran praja sudah jarang digunakan sebagai instrumen dalam kegiatan adat dan budaya. Pada zamannya jaran praja menjadi impian tunggangan anak-anak saat berlangsungnya pesta penikahan atau sunatan.Β 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline