Lihat ke Halaman Asli

Yamin Mohamad

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Sumur Tua, Mata Air Abadi

Diperbarui: 16 April 2024   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumur tua di Kampung Semango, Desa Leming, Kec. Terara, Lombok Timur NTB (dokpri)

Alkisah, terdapat sebuah sumur tua sekitar 75 meter dari rumah saya ke arah timur. Letaknya di pinggir jalan kampung saya, Semango, Desa Leming, Kecamatan Terarah, Lombok Timur, NTB.

Usia sumur itu sudah sudah lebih dari setengah abad. Bisa jadi 75-100 tahun. Saat saya masih kanak-kanak sumur itu sudah ada. Mungkin itu sumur pertama yang dibangun.

Dulu sebelum jalan masuk ke kampung, sumur itu berada di tempat yang tersembunyi, terletak di antara semak belukar. Semak itu berfungsi sebagai pelindung bagi warga yang sedang mandi. Pada masanya tempat itu dipandang angker. 

Sebagian besar masyarakat percaya pada mitos bahwa sumur itu memiliki semacam jin penunggu. Satu dua orang mengaku pernah bersua dengan makhluk menyeramkan saat melintas pada waktu-waktu tertentu.

Saat jalan dibangun jalurnya melewati area sekitar sumur sehingga semak belukar itu dibabat dan lokasi menjadi lapang. Sekarang mitos jin penunggu itu sudah berlalu. Mungkin pula jin penunggunya telah eksodus karena sumur itu tidak lagi dipandang menyeramkan.

Di samping sumur terdapat sebuah batu besar berbentuk pipih. Luas permukaan pipihnya sekitar 1 M². Batu itu digunakan sebagai tempat sholat.

Saya ingat, mulut sumur itu pada awalnya berbentuk bundar sebagaimana sumur pada umumnya. Lubang sumur berdiameter sekitar 1.5 meter. Dinding lubang sumur disusun dengan bata merah setinggi pinggang orang dewasa.

Dulu warga mengambil air dari sumur itu dengan timba atau gayung yang diikat dengan tali panjang. Gayung itu dilempar ke dalam sumur. Setelah terisi air gayung itu ditarik  ke permukaan tanpa menggunakan katrol.

Dari sumur itulah warga mengambil air untuk memasak, mandi, dan mencuci. Di masa lampau warga mengambil air dan dibawa pulang untuk ditampung di bak penyimpanan berupa periuk dari tanah liat.

Pada masyarakat Sasak tradisonal, ada dua jenis Periuk tempat penyimpanan air, yaitu, selao dan bong

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline