Lihat ke Halaman Asli

π™”π™–π™’π™žπ™£ π™ˆπ™€π™π™–π™’π™–π™™

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Ramadan, Bulan Berkah dalam Pusaran Isu Sampah

Diperbarui: 17 Maret 2024 Β  16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simpang tiga kota Kecamatan Terara, Lombok Timur, NTB, selalu menyajikan pemandangan yang sama setiap sore pada bulan Ramadhan. Pemandangan itu adalah kehadiran para pedagang makanan dadakan. Mereka membuka lapak di pinggir jalan sepanjang Ramadhan. Pedagang itu menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman yang diperlukan para pemburu takjil. Masyarakat setempat memang dikenal kreatif kalau soal makanan.

Seminggu sebelum Idul Fitri, kemarakannya meningkat lagi dengan kehadiran pedagang kaki lima yang menjual pakaian lebaran. Ramadhan memang identik dengan takjil dan pakaian baru menjelang lebaran.

Suasana serupa dapat ditemukan pada berbagai lokasi, tidak saja di Lombok, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia. Suasana itu menggambarkan bahwa Ramadhan memberikan berkah bagi banyak orang. Ketika ibu-ibu tidak sempat memasak, mereka dapat memperoleh makanan yang siap disajikan saat berbuka puasa atau sekadar menambah menu berbuka.Β 

Pada saat yang sama pedagang meraup keuntungan yang memberikan penghasilan tambahan selama Ramadhan. Ramadhan sebagai bulan berkah memberikan dampak kegiatan ekonomi yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat.Β 

Peningkatan kebutuhan makanan dan minuman tidak saja untuk dikonsumsi sendiri. Momentum Ramadhan mendorong umat Islam untuk berbagi makanan kepada tetangga atau kepada mereka yang kurang beruntung.

Kehadiran Ramadhan senantiasa disertai dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan sandang. Kompas (11/03/24) melansir bahwa, "... peningkatan permintaan makanan dan minuman pada periode Lebaran biasanya mencapai 30 persen dibandingkan bulan-bulan biasanya. Lonjakan terjadi di berbagai jenis produk, mulai dari makanan-minuman dalam kemasan sampai gerai rumah makan..."

Dari sisi geliat ekonomi hal ini tentu sesuatu yang positif, berkah bagi masyarakat yang bergelut dengan usaha makanan. Namun, di balik lonjakan aktivitas ekonomi tersebut di atas ada dampak lain berupa peningkatan sampah yang tidak dapat dihindari.Β 

Pedagang es buah menawarkan minumannya dengan kemasan gelas dan sendok plastik. Ada es campur, kolak, dan gorengan yang dibawa pulang para pemburu takjil dengan menenteng kantong plastik. Kita membeli kurma dengan balutan plastik mika. Kertas coklat pembungkus makanan juga menjadi kemasan populer lainnya. Semua kemasan itu menghasilkan sampah yang terus diproduksi dan meningkat selama Ramadhan.

Tidak saja kemasan, sisa makanan yang tidak habis dilahap saat berbuka atau sahur juga menjadi sampah lain yang dihasilkan. Remah, kulit buah-buahan, tulang-tulang ikan, sisa sambal, atau minuman yang tidak habis direguk akan menjadi sampah sebagai produk Ramadhan yang tidak dapat dihindarkan. Takjil yang kita konsumsi hampir semuanya secara niscaya memproduksi limbah.

Di hari-hari terakhir Ramadhan peningkatan sampah makin menjadi dengan kemasan pakaian baru yang dibeli baik secara luring dan transaksi online. Bubble wrap, lakban perekat, atau tali pengikat, lagi-lagi berbahan plastik menjadi penyerta barang belanjaan yang berujung menjadi sampah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline