Syukur merupakan sebuah kata yang begitu gampang diucapkan. Sejauh lidah tidak kelu dan masih dapat berfungsi, kata βsyukurβ dapat dengan mudah meluncur. Kata itu dapat diucapkan oleh siapapun dari seseorang yang paling saleh sampai mereka yang disebut bejat.Β
Saat mengalami kecelakaan kecil, misalnya, terjatuh dari motor dan mengalami luka ringan, kita akan mengatakan, βSyukurlah. Untung cuma luka pada lutut.β
Dalam situasi yang berbeda, saat seseorang mengalami kerugian dalam usaha, dia akan bilang, βSyukurlah, masih ada sisa modalβ.
Pernyataan-pernyataan itu bersifat spontan tetapi memberikan gambaran bahwa sejatinya manusia memiliki sifat alami yang berusaha menerima kenikmatan yang masih tersisa.
Apa itu syukur. Dalam perspektif Islam, pengertian syukur merujuk kepada sikap pengakuan atau ungkapan terima kasih atas setiap kenikmatan yang dianugerahkan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Umat Islam meyakini bahwa setiap kenikmatan diperoleh semata-mata datang dari Allah SWT.Β
Syukur dapat diandaikan sebagai penerimaan kita atas setiap pencapaian dan keadaan yang kita jalani. Dalam kalimat yang berbeda, syukur dapat diartikan sebagai pemaknaan secara positif tentang realitas yang kita hadapi. Rasa syukur adalah sebuah kondisi dimana dalam setiap kegagalan dan kesulitan, kita selalu melihat sisi positifnya tinimbang berpikir tentang sisi buruknya.Β
Demikian juga saat mengalami kesuksesan, kita tidak akan menjadi jumawa dan menunjukkan kebanggaan berlebihan. Rasa syukur merupakan sebuah pilihan sikap untuk menerima dan menghargai setiap kebaikan dan kenikmatan yang telah menjadi milik kita.
Kenikmatan bukan saja tentang sesuatu yang bersifat kebendaan dan temporal. Kenikmatan bukan semata-mata tentang makanan yang lezat, pakaian yang gemerlap, jabatan mentereng, mobil mewah yang dapat membawamu ke mana saja, atau kenikmatan seksual saat bercinta dengan pasangan.
Kenikmatan dalam hal ini mengacu kepada kenikmatan tentang sesuatu yang lebih mendalam. Ia meliputi tentang cinta dan kasih sayang sejati, empati, kejujuran, tanggung jawab, dan nilai-nilai kebajikan yang masih mengakar dalam diri kita. Ini jauh lebih penting dari sesuatu yang bersifat fisik dan peripheral.
Coba saja bayangkan, kita berada dalam kenikmatan berupa gemerlap harta dan kemewahan tetapi tidak ada cinta, tidak ada kejujuran atau bahkan tidak ada empati kepada sesama. Apa yang harus disyukuri? Rasa syukur itu menjadi penting sehingga kita dapat melihat setiap keadaan tidak melulu dari sisi buruknya melainkan juga dari sisi hikmah dan kebaikan. Ketika kita sudah kehilangan rasa syukur apalagi yang tersisa? Kita akan melihat segala sesuatu yang kita miliki menjadi tidak berarti.