Setiap malam sekumpulan anak-anak usia pra-sekolah, sekolah dasar, dan SMP duduk berbaris mengantre di hadapan saya untuk mendapatkan bimbingan baca Al Quran. Hal itu menjadi aktivitas rutin setelah sholat maghrib sampai isya.Β
Anak-anak itu berasal dari kampung sekitar. Mereka berjumlah lebih dari dua puluh orang dengan berbagai tingkatan usia dan perkembangan.
Satu-satu mereka beringsut maju secara bergiliran dan membuka buku Iqra mereka untuk dibaca. Saya mendengarkan mereka untuk memastikan mereka membaca dengan benar huruf demi huruf yang tertera dalam buku Iqronya.
Beberapa anak lainnya membawa mushaf Al Quran. Mereka melakukan hal yang sama, membaca kitab suci itu baris demi baris. Kemampuan membaca mereka beragam. Beberapa dari mereka cukup lancar. Beberapa lainnya masih terbata-bata.
Saya masih menggunakan metode klasik, memberikan bimbingan secara individual, khusus pada belajar membaca Al Quran.
Di lain waktu, secara bergantian anak-anak yang lebih senior memimpin teman-temannya membaca surah-surah pendek pada juz terakhir kitab Al Quran. Dengan membaca berulang secara bersama-sama, lambat laun mereka dapat menghafal sejumlah surah pendek tersebut.
Anak-anak yang masih usia pra-sekolah dan duduk di bangku kelas awal sekolah dasar belum seutuhnya mengenal tata cara shalat. Untuk itu, salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan simulasi atau praktik shalat secara berjamaah.Β
Sambil shalat mereka mengeraskan bacaannya secara bersamaan sejak takbiratul ihram sampai rukun shalat terakhir atau salam. Bahkan niat sholat juga dibaca dengan nyaring agar anak-anak yang belum menghafalnya dapat mengikuti bacaan tersebut.
Dulu metode-metode itu digunakan guru ngaji yang mengajar saya di surau. Saat ini metode tersebut masih relevan untuk digunakan.