Seorang anak laki-laki memasuki panggung di bawah siraman cahaya lampu elektrik. Bocah itu mengenakan seragam Pramuka lengkap dengan topi, kacu, dan atribut lainnya. Wajahnya putih dilumuri make up. Dia melangkah dengan gestur tubuh jenaka dan terlihat riang tetapi terkesan jumawa.
Langkahnya angkuh mencerminkan bahwa dia sedang memerankan tokoh yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Koper bergelayut di tangannya mengiringi irama langkah kakinya, menunjukkan bahwa dia sedang memerankan seorang tokoh yang banyak uang dan berkuasa. Sebut saja si Bos, diperankan Yusril, salah seorang peserta jambore.
Si Bos memasuki panggung sembari mengumbar senyum keramahan kepada semua orang. Β Langkahnya berhenti di tengah panggung. Dia memperbaiki kerah bajunya dan kacu pramuka yang dia kenakan. Tangannya melambai ke arah penonton sebagai bentuk jalinan interaksi. Senyumnya menyiratkan tipuan berkedok keramahan yang bertujuan menarik simpati banyak orang.
Aksi panggung anak itu merupakan bagian awal dari pertunjukan pantomim, salah satu Pensi (Pentas Seni) dalam Jambore Pramuka tingkat gugus yang dilaksanakan di halaman SD Negeri 2 Rarang Batas, Kecamatan Terara, Lombok Timur.
Tepuk tangan penonton mengiringi aksi panggung siswa kelas enam itu. Si Bos kembali melambaikan tangan sembari menurunkan kopernya. Kali ini lambaian tangan itu bertujuan memanggil seseorang yang berdiri di salah satu sisi panggung.
Sesaat kemudian lambaian tangan itu disusul dengan masuknya seorang anak ke panggung. Langkahnya pincang dan tertatih. Tentu saja ada kesan jenaka dalam aksinya. Sangat kontras dengan pemain pertama atau si Bos. Pundaknya seakan menahan sebuah beban yang membuat langkahnya semakin pincang. Dia tampak haus, lapar, dan kelelahan. Sebut saja si Buruh. Si Buruh diperankan oleh Renggi, siswa kelas empat.Β
Apa yang dihadirkan dua pemain pantomim itu merupakan kondisi yang kerap kita temui di dunia nyata. Kehidupan orang kaya dan orang miskin. Pada banyak kasus, sumber daya alam di sekitar kita lebih banyak di kuasai orang-orang kaya. Buruh, pekerja, atau karyawan hanya mendapatkan remah. Hutan, misalnya, yang katanya dikuasai oleh negara hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki perusahaan-perusahaan besar dan berada dalam lingkaran penguasa.
Saya jadi ingat dengan curhat salah seorang capres dalam sebuah wawancara dengan seorang jurnalis yang mengaku tidak dapat menjalankan bisnisnya karena tidak menjadi bagian dari lingkaran kekuasaan. Rupanya curhat sang Capres menjadi salah satu materi serangan Capres lainnya dalam debat Capres/Cawapres perdana beberapa hari lalu.
Agak jauh dari si Bos, si buruh meletakkan barang bawaannya untuk melepaskan lelah setelah bekerja berjam-jam. Namun belum sempat istirahat si Bos memanggilnya untuk bekerja. Si Buruh diminta menebang pohon kembali.
Melihat alur cerita bisu tersebut, dapat dipastikan bahwa dua pemain itu tengah memerankan pelaku pembalakan hutan. Mereka tengah melakukan aktivitas ilegal, yaitu, penebangan hutan secara liar. Mereka mengambil kayu hutan untuk diperdagangkan.Β