Pagi ini saya membuka mesin telusur google dengan kata kunci "kekerasan seksual di lingkungan pendidikan". Hasilnya menunjukkan angka yang sangat fantastis, sekitar 2.650.000 hasil per 0,36 seconds. Angka ini mungkin dapat menjadi salah satu parameter maraknya kekerasan seksual di sekolah pada berbagai jenjang.
Beberapa bulan yang lalu, seorang guru yang tinggal di desa yang berbatasan dengan desa saya hampir menjadi sasaran amuk massa. Rumahnya nyaris dibakar warga. Pasalnya sosok yang seharusnya melindungi, memberikan kasih sayang, dan membentuk karakter anak-anak itu ternyata seorang pedofil.Β
Sifat predator seksualnya terungkap ketika salah seorang anak didiknya diketahui menderita sakit pada bagian alat vitalnya. Usut punya usut ternyata anak tersebut merupakan salah satu korban kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru di atas.
Mendengar dan membaca informasi semacam itu saya selalu merasa gemetar dan bergidik ngeri. Sebagai manusia normal, mendengar tindakan biadab seperti itu, saya merasakan kemarahan yang meledak-ledak, kekuatiran yang dalam, berbaur dalam kepiluan yang menyesakkan.Β
Bagaimana mungkin perilaku seperti itu dapat dilakukan oleh seseorang. Apa yang merasuki pelaku sampai begitu buas, kehilangan cara berpikir rasional, dan tidak memiliki perasaan manusiawi. Secara ilmiah, mungkin hanya para kriminolog yang berkompeten menjawab mengapa sisi kemanusiaan seseorang lenyap dan mampu melakukan tindakan itu.
Kejahatan seksual memang marak dari waktu ke waktu. Dikutip dari Kompas.com, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 202 anak telah menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan sekolah di bawah Kemendikbud Ristek dan Kementerian Agama. Kasus ini terjadi dalam 5 bulan selama periode Januari sampai Mei 2023. Bisa jadi masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap ke publik.
DetikNews juga mencatat bahwa 50% dari kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada satuan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), 36,36% terjadi pada satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama. Sisanya, terjadi di lembaga-lembaga informal.
Sebagian orang mungkin menganggap sebuah tindakan dapat digolongkan kekerasan seksual jika terjadi pemerkosaan secara fisik. Padahal kekerasan itu bisa muncul dalam berbagai bentuk.
Menurut Undang Undang Npmor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual meliputi, pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Berdasarkan kutipan dari laman kemdikbud.go.id kekerasan seksual dalam dunia pendidikan diartikan sebagai ...
... setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.