Lihat ke Halaman Asli

π™”π™–π™’π™žπ™£ π™ˆπ™€π™π™–π™’π™–π™™

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Politik Masuk Sekolah, Mengapa Tidak?

Diperbarui: 30 November 2023 Β  09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi halaman sekolah (Dokumen pribadi)

Pemilihan umum 2024 sudah di ambang pintu. Rakyat Indonesia yang bermukim di dalam negeri maupun di luar negeri akan memilih pemimpin dan perwakilannya. Mereka (kita) akan memilih presiden/wakil presiden dan wakil rakyat di daerah maupun wakil di tingkat pusat.

KPU melansir bahwa 204,8 juta pemilih akan terlibat dalam penentuan nasib bangsa ini dalam 5 tahun ke depan. Dari angka itu sekitar 1,75 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia akan mendatangi tempat pemungutan suara pada 14 Februari 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat di tingkat daerah dan pusat.

Pemilu sebagai peristiwa politik mau tidak mau melahirkan dinamika politik yang menangguk perhatian publik. Tidak saja dinamika di dunia nyata, perkembangan politik di dunia maya juga tidak kalah ramai dan riuhnya.Β 

Kompleksitas dinamika politik itu berkembang dari hari ke hari dengan berbagai isu yang terus bergulir. Politik yang melibatkan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara membawa publik kepada perdebatan-perdebatan tentang pemilih pemula, politik identitas, dinasti politik, umur capres/cawapres.

Isu itu juga berkembang ke ranah yang lebih luas, seperti, pembangunan IKN, korupsi, tenaga kerja asing, sampai ke persoalan SARA.Β 

Terlepas dari semua isu di atas, pemilu dapat dianggap berkah bagi banyak orang. Banyak orang yang tiba-tiba berubah menjadi orang baik dengan menawarkan perbaikan jalan, rabat gang, menyumbang semen untuk rumah ibadah, bagi-bagi soundsystem atau kursi untuk sebuah komunitas, dan sebagainya.

Rupanya "kebaikan" politik itu juga masuk ke sekolah saya. Sekolah ketiban berkah politik. Jadi, ceritanya begini.Β 

Sebelumnya sebagian besar halaman sekolah ini hanya hamparan tanah lapang. Saat musim kemarau halaman terasa gersang dan berdebu.

Ketika musim hujan tiba air akan menggenang dan pada salah satu sisi halaman berlumpur. Rumput liar pun akan tumbuh di sebagian halaman. Kondisi ini cukup mengganggu aktivitas luar kelas, seperti olahraga.

Halaman sekolah menjadi berubah ketika beberapa bulan lalu, seorang wali murid yang aktif pada sebuah partai politik menghubungi saya melalui telepon. Dia menginformasikan bahwa salah seorang anggota dewan kabupaten menawarkan sumbangan dana pendidikan untuk perbaikan sekolah.Β 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline