Lihat ke Halaman Asli

π™”π™–π™’π™žπ™£ π™ˆπ™€π™π™–π™’π™–π™™

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Selamat HUT 78 RI

Diperbarui: 18 Agustus 2023 Β  14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo dan tema HUT 78 RI (sumber gambar: Kompas TV)

Pagi 17 Agustus 2023, saya terjaga saat imam membaca doa terakhir dari corong toa dalam dzikir setelah shalat subuh. Suara azan, gema istighfar, shalawat, dan zikir usai shalat merupakan kemeriahan pagi yang sudah biasa di kampung saya. Setidaknya keramaian pagi seperti ini membuat para penikmat mimpi di akhir malam menyudahi igauannya tentang setiap jengkal kehendak yang dibawa ke alam bawah sadarnya untuk ditarik kembali memasuki alam realitas.

Saya menuju kamar mandi dan mengguyur seluruh tubuh dengan kucuran air dari kran. Tubuh saya sedikit menggigil sebagai bentuk respon terhadap suhu yang merangsang ketika bersentuhan dengan dinginnya air. Beberapa saat setelah sekujur badan kuyup, kinerja tubuh saya mulai dapat beradaptasi dengan suhu tersebut.

Setelah mandi dan mengambil air wudlu saya shalat subuh. Secangkir kopi buatan istri saya mengepulkan uap beberapa saat setelah doa terakhir usai shalat subuh. Aroma uapnya saja membuat saya merasa bersemangat. Saya menyeruput kopi itu dengan pelan. Kerongkongan saya terasa hangat mengimbangi suhu pagi yang menusuk.

Sambil menikmati kopi saya mengambil telepon pintar dan membuka pesan-pesan yang masuk. Tidak ada pesan penting yang bersifat mendesak. Sebagian besar pesan yang masuk ke grup yang saya ikuti berisi link tulisan di platform Kompasiana dan beberapa platform lainnya. Beberapa grup berisi pesan gambar tentang berbagai kegiatan Agustusan tahun ini.

Beberapa saat setelah kopi habis, saya mulai berkemas untuk mengikuti upacara peringatan HUT ke 78 RI. Sesuai undangan upacara dilaksanakan di lapangan yang terdapat di pusat kota kecamatan. Jarak dari kampung saya sekitar 3-4 km. Sekitar pukul 07.00 waktu setempat saya berangkat mengendarai kuda besi yang cukup mengkilap karena kemarin sore masuk jasa cuci kendaraan.

Rasanya agak rikuh saya harus ikut upacara dengan kepala botak tanpa penutup. Bukan karena malu dengan kepala botak tetapi saya merasa kurang lengkap saja menghormati bendera tanpa peci atau topi. Akhirnya saya sempatkan diri memasuki sebuah toko untuk mendapatkan peci.

Dengan peci di kepala saya langsung mengarahkan kendaraan menuju lokasi kegiatan. Rupanya upacara akan segera dimulai. Terlihat pasukan pengibar bendera telah berbaris di jalan yang membatasi lapangan upacara sebelah barat. Mereka menanti pembawa acara membacakan tugas mereka.

Pasukan yang terdiri dari siswa SMA dan MA dari berbagai sekolah di kecamatan itu mengenakan pakaian putih. Di kepala anak-anak muda itu bertengger peci hitam, secarik kain warna merah menutupi leher mereka. Saya Googling untuk mencari tahu nama kain itu. Ternyata namanya "skraf leher".

Beberapa satpol PP berdiri di jalan masuk ke lapangan. Saya dipersilakan memarkir motor di halaman sebuah sekolah yang berseberangan dengan lokasi upacara. Setelah memarkir kendaraan saya melangkah ke lapangan untuk bergabung dengan peserta upacara lainnya.

Peserta upacara sudah berbaris mengelompok berdasarkan instansi masing-masing. Beberapa unit terop yang berfungsi sebagai tribun berdiri di bagian barat. Terop itu menaungi sejumlah peserta upacara yang terdiri dari pejabat pemerintahan kecamatan. Di sebelah timur berbaris siswa dari sejumlah sekolah. Di sisi selatan lapangan ada barisan guru dan pegawai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline