Saban pagi saya harus menempuh perjalanan sekitar 2 km dari rumah ke sekolah. Untuk sampai di sekolah saya melalui beberapa ruas jalan dan berjumpa dengan beberapa simpul atau persimpangan dalam sebuah jaringan jalan desa.Β
Tidak semua ruas jalan di desa saya memiliki kondisi yang baik. Sebagian sudah mengalami pengaspalan jenis hotmix sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Saat ini kondisinya masih bagus.
Sebelumnya sebagian ruas jalan, termasuk jalan di depan rumah saya, juga telah mengalami pengaspalan tetapi menggunakan aspal cair.Β Orang-orang di kampung saya menyebutnya dengan istilah aspal serabi karena aspalnya disiram seperti tukang serabi menyirami cairan gula merah pada serabi yang telah dibubuhi parutan kelapa pada permukaannya.
Sekarang kondisi jalan aspal serabi itu sudah rusak pada tingkat yang hampir sempurna. Mungkin karena proses pengaspalannya dilakukan asal-asalan. Wajar saja jalan itu mengalami kerusakan secara tergesa-gesa.
Kalau saya perhatikan, sebenarnya kerusakan itu tidak saja dipercepat oleh teknik pengaspalan yang tidak optimal. Penyebab lainnya yaitu kondisi drainase yang buruk di kiri kanan jalan.
Drainase itu juga berfungsi sebagai saluran irigasi para petani. Drainase yang ada terlalu dangkal dan tidak terpelihara. Di dalam drainase itu tumbuh rumput liar dan ada sampah dedauan maupun plastik.Β
Kondisi drainase atau yang buruk membuat aliran air sering meluap ke punggung jalan. Luapan air itu berakibat pada terjadinya pengikisan tanah secara perlahan pada jalan yang tidak tertutup aspal di sisi kiri dan kanan jalan.
Setiap kali air dari drainase atau saluran itu meluber ke jalanan, setiap kali pula tanah tergerus sampai ke bawah aspal. Arus air yang menggerus tanah membuat lubang dan ceruk di bawah aspal sehingga kehilangan tanah penopang. Ini membuat aspal runtuh ketika dilintasi kendaraan.Β
Tidak saja air, lalu lintas kendaraan barang pembawa material bangunan dengan beban yang relatif berat membuat aspal mengalami gencetan yang cukup serius.