Ramadhan merupakan bulan istimewa. Ini telah menjadi sebuah keyakinan umum bagi umat Islam. Ada berbagai pendapat yang berbeda mengenai keistimewaan Ramadhan. Sebagian orang menyebutkan 4 keistimewaan. Ada yang menyebutkan 5, sampai 10 kesitimewaan. Perbedaan pendapat itu menunjukkan keluasan makna dan nilai bulan ramadhan bagi umat muslim.
Namun ada baiknya kita mengingat kembali keistimewaan bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan bulan dimana al-Qur'an diturunkan untuk pertama kali. Inilah keistimewaan Ramadhan sehingga menempatkannya sebagai bulan mulia.Β
Keistimewaan lainnya yaitu, pada bulan ini pula Rasulullah SAW melakukan perjalanan isra' dan mi'raj untuk menerima perintah shalat. Ramadhan juga istimewa karena di dalamnya terdapat salah satu malam yang di kenal dengan Laylatul Qadr. Sebuah momentum spiritual yang kemuliaannya lebih baik dari 1000 bulan. Hal ini tertuang dalam al-Qur'an surat al-Qadr.
Salah satu keistimewaan yang selalu dilaksanakan dengan penuh gairah adalah shalat tarawih. Shalat sunah ini menjadi satu-satunya shalat yang dilaksanakan hanya pada bulan Ramadhan. Di luar shalat tarawih sejumlah shalat sunah lain yang dapat dilakukan walaupun bukan di bulan Ramadhan, seperti shalat sunah tahajjud, shalat hajat, shalat, witir, shalat rawatib, dan shalat sunah lainnya.
Berbeda dengan shalat sunah lainnya, shalat sunah tarawih hanya dapat ditemukan dan dilakukan saat bulan Ramadhan. lalu bolehkah melakukan shalat tarawih di luar bulan Ramadhan? Permasalahannya bukan boleh atau tidak tetapi andaipun dilaksanakan pada bulan lain, shalat itu akan terhitung sebagai shalat malam biasa.
Shalat tarawih sebagai shalat malam pada bulan Ramadhan dilaksanakan di antara waktu setelah isya' sampai Β sebelum fajar atau masuknya waktu subuh. Sebagian orang melakukan shalat tarawih dengan 8 rakaat dan sebagian lagi menggunakan 20 rakaat. Ke duanya sama-sama menggunakan dalil yang kuat.
Shalat tarawih dapat dilakukan secara berjamaah atau sendiri (munfarid). Berbagai sumber menyebutkan bawah Rasulullah SAW melakukan shalat tarawih secara berjamaah sebanyak 3 kali saja. Selebihnya beliau shalat tarawih di rumah dan tidak melaksanakannya secara berjamaah. Apa yang dilakukan beliau untuk mencegah anggapan bahwa shalat tarawih secara berjamaah sebagai kewajiban.
Shalat tarawih berjamaah, terlepas dari hukumnya, memang memiliki nilai lebih jika dibandingkan shalat secara munfarid atau sendiri. Hadist berikut ini merupakan dalil populer tentang shalat tarawih secara berjamaah.Β
"Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk." (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Jika direnungkan secara mendalam, shalat tarawih secara berjamaah tidaklah semata tentang pahala dan peningkatan sikap religius seseorang. Lebih dari itu, shalat tarawih juga sangat berhubungan dengan kehidupan secara horizontal, kehidupan kolektif atau kehidupan sosial.
Sebagaimana shalat berjamaah pada umumnya, sikap sosial seseorang yang dapat dibangun melalui shalat tarawih secara berjamaah adalah rasa solidaritas sosial atau rasa kebersamaan antar individu. Kegiatan shalat secara berjamaah akan memungkinkan terbentuknya ikatan emosional antar sesama.