Budaya baca (membaca) dapat dimaknai sebagai kegiatan yang sudah melekat dan menjadi kebiasaan seseorang. Kebiasaan itu mendorongnya memiliki pengetahuan dan hasil karya baru. Sebagai sesuatu yang sudah melekat, aktivitas membaca akan dilakukan seseorang secara teratur dan menjadi aktivitas yang rutin dalam kesehariannya. Membaca dilakukan secara konsisten dan menjadi sebuah kebutuhan.
"Buku adalah jendela dunia".
Β Ungkapan purba di atas telah menjadi pengetahuan umum masyarakat luas. Adagium ini berarti bahwa membaca buku dapat membuka cakrawala berfikir dan memperluas wawasan seseorang. Argumentasi ini dapat dipahami mengingat buku merupakan sumber informasi yang mewartakan berbagai peristiwa dari masa ke masa di banyak belahan bumi, menyajikan sejumlah ilmu pengetahuan tentang sejumlah bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan berbagai aspek lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan manusia.
Sejauh ini budaya baca belum sepenuhnya menjadi keseharian masyarakat Indonesia, khususnya. UNDP atau United Nation of Development Program, badan PBB yang bergerak dalam pembangunan negara-negara dunia, Β mencatat (dalam Herminingrum, dkk: 2020) bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2013 berada pada peringkat ke 108 dari 187 negara yang dijadikan sebagai sasaran riset. Salah satu pondasi IPM itu adalah kesadaran literasi.
Dari sumber yang sama, pada tahun 2016, UNDP juga merilis daftar negara peringkat literasi dunia. Rilis itu menempatkan Indonesia pada urutan ke 113 dari 187 negara yang disurvei. Indonesia jauh tertinggal di bawah Singapura yang berada pada urutan ke 5, dan Brunei pada urutan ke 30. Bahkan sangat senjang dari Malaysia yang berada pada urutan ke 59, Sri Lanka pada urutan ke 73, dan Thailand pada urutan ke 79.
Riset berbeda dengan tajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam minat membaca. Posisi ini persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. (dikutip dari laman kominfo)
Kondisi tersebut membuat pemerintah terus memacu kebiasaan membaca untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat. Tidak saja perpustakaan fisik tetapi juga dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Pemerintah sendiri berupaya berbenah dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk memberikan kemudahan mengakses bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat.
Aplikasi iPusnas
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam adaptasi teknologi adalah meluncurkan perpustakaan digital. Perpustakaan digital itu adalah aplikasi iPusnas.
iPusnas adalah aplikasi yang diluncurkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Ipusnas dapat dioperasikan pada perangkat smartphone dan komputer/laptop. Aplikasi ini merupakan sebuah inovasi perpustakaan digital yang dapat diakses secara gratis oleh masyarakat luas.
Dengan smartphone atau gawai di tangan para maniak baca dapat melampiaskan nafsu membacanya kapan saja dan di mana sahaja.
Jika menggunakan smartphone iPusnas dapat diunduh melalui PlayStore. Aplikasi ini juga dapat diakses melalui perangkat komputer atau laptop. Hanya saja pada komputer diperlukan aplikasi BlueStacks.