Lihat ke Halaman Asli

π™”π™–π™’π™žπ™£ π™ˆπ™€π™π™–π™’π™–π™™

TERVERIFIKASI

Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Suatu Sore di Rumah Sakit

Diperbarui: 1 November 2022 Β  21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sore yang cerah. Langit membiru dengan selaput awan putih tipis-tipis. Hujan semalam masih meninggalkan udara dingin yang bergeming. Tak ada hembus angin.

Suasana ramai. Pengunjung sore itu cukup padat, kendaraan keluar masuk nyaris tanpa jeda. Ambulan dan kendaraan pribadi datang dan pergi silih berganti membawa pasien dan keluarga pengantar dan penjenguk. Di halaman parkir kendaraan sepeda motor dan mobil berjejal seolah tindih-menindih.Β 

Tukang parkir hampir tidak memiliki kesempatan untuk bersantai. Mereka lalu lalang mengatur kendaraan yang keluar masuk, meniup peluit, melambaikan tangan memberikan isyarat kepada pengendara, mencatat nomor kendaraan, dan memberikan tiket parkir yang ditukarkan dengan selembar uang dua ribuan untuk roda dua dan lima ribuan untuk roda empat.

Seorang tukang cilok berambut pirang dengan tindik di salah satu telinganya terlihat kewalahan melayani para ibu keluarga pasien. Mereka adalah ibu-ibu yang tersandera kegelisahan anak-anaknya saat melihat gerobak cilok. Di sudut lainnya tukang balon juga mengalami kesibukan yang sama, melayani pembeli dari kaum ibu yang tersandera bocah-bocah ngambek.

Sebuah mobil bak terbuka masuk gerbang rumah sakit dengan mesin menderu. Di dalamnya sarat oleh penumpang yang duduk berdesakan. Tak ada mobil tertutup. Mobil tanpa atap dan tanpa kursi penumpang pun tidak masalah. Hal penting pasien harus sampai di rumah sakit.Β 

Di antara sesaknya penumpang, seorang pasien dengan mata layu terbaring tak berdaya beralas tikar, seakan dihimpit penumpang lain yang mengantarnya. Pasien itu terkulai lemah meringkuk dibalik beberapa lembar selimut. Kepalanya tergeletak di atas sebuah bantal.

Saat berhenti, sebagian penumpang melompat keluar dari mobil sambil menurunkan barang-barang bawaan. Salah seorang mengangkat bantal guling bawaan yang digulung tikar pandan. Seorang lainnya menenteng buntalan berisi berisi pakaian. Ada lagi yang terlihat menjinjing sebuah tas plastik. Sepintas seperti kantong tempat makanan.Β 

Beberapa orang tetap bertahan di atas mobil. Mereka duduk menglilingi pasien. Salah seorang menggenggam tangan pasien sebagai cara memberikan semangat kepada pasien. Seorang lainnya memijit-mijit kaki pasien.

Para perempuan yang ikut serta bersama pasien terlihat menyeka kucuran air matanya. Mata-mata itu tampak sembab menahan kesedihan yang dalam. Wajah-wajah itu seolah tengah dirundung bencana tak terperikan. Seorang laki-laki dengan raut muram tergopoh-gopoh menuju ruang IGD melaporkan identitas pasien. Ekspresi wajah-wajah itu menunjukkan bahwa mereka memiliki empati yang mendalam. Beruntung masih ada tempat tidur di IGD. Salah seorang keluarga yang mengantarnya dengan raut yang muram menjelaskan bahwa pasien itu tiba-tiba lemas dan pingsan saat bekerja di sawah.

Ruang IGD sendiri sudah tidak kuasa menampung pasien rawat inap. Beberapa pasien yang datang berikutnya terpaksa diarahkan ke rumah sakit lain karena tidak tertampung. Tempat tidur yang terbatas membuat rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan.

Ruang rawat inap juga sama. Ruang rawat inap yang tidak berpenghuni hanya beberapa saja. Banyak orang sakit. Banyak pengunjung. Banyak keluarga pasien. Belum lagi pasien rawat jalan yang menanti panggilan sesuai antrian di ruang tunggu bagian depan rumah sakit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline