Aku kehilangan aksara
ketika melukis keagunganmu
Bukan karena kebodohanku
Tetapi tak kutemukan diksi yang sepadan
untuk mewakili pesona keluhuranmu
Aku hanya mampu bercerita
tentang asap tungkumu yang mengangkasa
saban hari
menguak pekat cakrawala fajar
atau
menari di bawah cerah lengkung jumantara
bahkan
ketika waktu dalam rengkuh paling kelam
Terngiang doa-doamu nan tajam menderas
menguras segala sengat bongkak
yang tumbuh liar dalam palung kesadaranku
Nafasmu Ibu
adalah angin swargaloka
mendesir lembut penuh cinta
untuk setiap helaan dan hembusan
Lombok Timur, 27 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H