Terhentak dan tersentak begitu kesan pertama saat membaca judul sebuah artikel
“ Islam bukan Agama dan Agama bukan Islam”
Penulis begitu percaya diri dengan segala alibi untuk mengartikan sebuah makna dari kata Agama dan Islam. Dan membuat kesimpulan untuk di ambil sebagai judul artikel tersebut. Terlepas dari isi tulisan selanjutnya yang mengarah soal KTP.
Dengan pengambilan judul yang cukup kontroversi dan menyesatkan dengan mengaburkan dan membolak-balikkan makna dari sebuah kata.
Penulis juga begitu arogan dan bergaya dengan memancing pembaca yang maksudnya untuk menyejukkan suasana, tapi jutru menaikkan tensi pembaca semisal :
“Sampai disini anda yang sudah terlanjur naik darah mendadak tidak marah lagi kan?
Juga dalam menjawab komentar-komentar yang sekiranya ingin mengkritisi :
@Juhairman : Baca Isinya bukan baca Judulnya!
@Ahmad : yg cerdas sedikit bos. Jangan baca judulnya saja. baca dan pahami isinya.
@Erwin : kamu kl blm tamat smu jangan baca kompasiana dulu. kalau kamu nggak tau makna agama dan Islam, kamu nggak usah komen disini. paham?
Istilah Etimologi dan Etimologi digunakan sebagai hal pembenaran meskipun pada hakekatnya jutru membolak-balikkan makna.
Tersentil juga aku dibuatnya, dan coba ikutan berkomentar dengan mengadopsi jalan pemikiran penulis :
@ ( namaku) Abduh… Abduh artinya hamba
Abduh bukan identik dgn nama
Blaik…. terus aku siapa ?
arti kok diobrak-abrik
–
Jika kata tak lagi bermakna lebih baik diam saja
Bila langkah tak lagi bermata langkah buta terjang saja
( By Iwan Fals )
Jawaban yang saya harapkan akan membuka mata hati penulis, justru yang di balas soal secuil dari bait Iwan Fals tersebut.
mantaps bang. dalam itu maknanya.
Maksud komentar saya sebenarnya untuk membuka pemahaman akan apa yang di simpulkan sebuah ilmu bahasa bukan ilmu eksakta, bahwa 4+6 =10.
Nama saya : Abduh,
Abduh=Hamba
Nama =adalah panggilan seseorang
Nama tidak sama dengan Abduh
Kesimpulannya = Abduh bukan nama.
Lucu, lantas aku siapa ?
Dan mari kita nyanyikan saja syair bang Iwan ini:
Jika kata tak lagi bermakna lebih baik diam saja
Jika langkah tak lagi bermata, langkah buta terjang saja
Bila menulis tidak memberikan manfaat justru banyak mudharotnya lebih baik, banyak-banyaknya membaca dulu, dan belajarlah akan sebuah kata dan kalimat untuk merangkainya dengan arif dan bijak. Tidak menyentil soal sara dan tidak juga membuahkan pengertian yang menyesatkan dan kontroversi.
Tujuan menulis utamanya adalah untuk amal jariah bila mampu memberikan manfaat dan tambahan ilmu yang mencerdaskan pembacanya, bukan sebaliknya.
--ooOoo--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H