Lihat ke Halaman Asli

Polemik Tahun Baru 1438 H

Diperbarui: 4 Oktober 2016   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahad, 2 Oktober 2016 umat islam di Indonesia merayakan tahun baru Hijriyah 1438 H. Hari tersebut ditetapkan berdasarkan hasil hisab yang menunjukkan bahwa pada tanggal 29 Dzulhijjah 1438 H yang bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2016 saat matahari terbenam kedudukan hilal sudah mencapai 4˚ untuk wilayah Indonesia Barat, bulan yang sudah berumur 10 jam. Sesuai dengan kriteria imkanurrukyat maka pada sore harinya, malam Ahad sudah memasuki tahun baru 1438 H.

Berbagai acara digelar dalam rangka menyambut tahun baru 1438 H. Mulai dari pawai obor, do’a bersama hingga malam tirakatan yang lazim dilakukan oleh para santri. Mereka meyakini bahwa dengan memasuki tahun baru membuat secercah harapan untuk satu tahun kedepan agar mendapat penjagaan dari Allah dan mengharap ampunan atas dosa, perilaku maksiat yang telah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Semua berjalan seperti biasa, hingga pada ahad pagi sebuah ikhbar yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah PBNU yang berisi bahwa dari seluruh titik observasi yang tersebar di Indonesia tidak ada satupun yang melihat hilal, sehingga bulan Dzulhijjah 1437 H diistikmalkan menjadi 30 hari konsekuensinya hari tersebut (Ahad) masih terhitung tanggal 30 Dzulhijjah 1437 dan tanggal 1 Muharram 1438 H jatuh pada sore harinya (Malam Senin).

Hal ini menjadi koreksi bagi kita semua bahwa diperlukan perhatian lebih dalam menentukan pergantian awal bulan hijriyah. Dalam menentukan awal bulan qomariyah digunakan metode hisab dan rukyat. Hisab digunakan sebagai perhitungan untuk mempermudah mengetahui kedudukan bulan pada saat matahari terbenam dan rukyat sebagai validator atas hasil hisab. Dimana keduanya mempunyai potensi yang sama dalam keakuratan hasil akhir.

Rukyatul hilal di Indonesia ramai dibicarakan hanya pada saat awal tiga bulan penting; Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Namun untuk bulan lain tetap dilakukan hanya saja tidak sesumbar tiga bulan tadi yang memang diliput oleh media. Karena diperlukan pengecekan hilal apakah sudah benar-benar bisa dilihat. Meskipun rukyatul sulit dilakukan terutama pada saat musim penghujan dimana langit seringkali mendung. Namun usaha tetap harus dilakukan dengan asumsi rasio titik pengamatan yang tersebar luas di seluruh Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline